Featured Posts
Recent Articles

Surat Paling Lengkap Mencakup Makna dan Tujuan Al-Quran; Setara dengan Sepertiga Al-Quran

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.
Ikhwan yang mulia, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari Allah, yang baik dan diberkahi: assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Bagus sekali bila seseorang berada di tengah-tengah kelompok pilihan dan istimewa yang terdiri dari para pemuda beriman yang bersih, yang hati mereka tidak dipertemukan dan tidak dipertautkan kecuali oleh dakwah yang baik, kata-kata yang baik, dan tujuan yang baik pula. Kita memohon kepada Allah agar memasukkan kita dalam golongan orang-orang yang baik: di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Dia sebaik-baik Pelindung dan Penolong.
Tahukah Anda, ampunan, rahmat, dan karunia apakah yang turun kepada kita di majelis yang mulia ini, yang dilaksanakan di jalan Allah dan karena Allah? Rahmat macam apa? Ampunan macam apa? Curahan karunia macam apa yang turun kepada kita yang berkumpul di salah satu taman surga ini? Bukankah pertemuan kita ini termasuk dalam kategori halaqah dzikir? Sedangkan Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda, “Jika kamu melihat taman-taman surga, maka bersenang-senanglah di sana.” Para sahabat bertanya, “Apakah taman-taman surga itu, wahai Rasulullah?” “Halaqah-halaqab dzikir,” jawabnya. Beliau juga bersabda “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, membaca dan mempelajari kitab Allah secara bersama-sama, kecuali ketenangan pasti turun kepada mereka, mereka diliputi oleh rahmat, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat di sisi-Nya. Barangsiapa amalnya lambat maka nasabnya tidak dapat mempercepatnya”
Ikhwan tercinta, bukankah kita berkumpul di sebuah rumah Allah? Meskipun tempat ini bukan masjid, tetapi sama dengan masjid dipandang dari tujuan pembangunannya dan aktivitas yang dilaksanakan di dalamnya. Bukankah di sini dilaksanakan shalat lima waktu dan diadakan shalat Jum’at? Tempat ini dibangun berdasarkan landasan ketaqwaan kepada Allah dan mencari ridha-Nya. Ikhwan selalu saling berjumpa di sini untuk saling menolong dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan. Bukankah kita mempelajari kitab Allah bersama-sama? Dan bukankah tema kajian-kajian pada hari Selasa ini adalah: Pandangan-Pandangan tentang Kitab Allah?
Berbahagialah, Ikhwan sekalian, sesungguhnya kita berada di salah satu rumah Allah. Para malaikat mengelilingi, rahmat Allah meliputi, dan ketenangan turun kepada kita. Sentuhan Hati Hari Selasa, yang pasti dirasakan oleh orang semacam saya ketika berdiri di tengah-tengah Anda, dan yang harus ditunaikan sebaik-baiknya ini, sedikit pun tidak akan saya lebih-lebihkan dan saya buat-buat, tetapi ia benar-benar merupakan bisikan dari hati ke hati.
Amma ba’du. Ikhwan semua yang tercinta. Bila kita memperhatikan dan mengkaji kaidah-kaidah yang dikemukakan dalam surat Al-Hujurat, niscaya kita mengetahui bahwa kebangkitan yang sempurna tidak akan terwujud kecuali melalui adanya pemimpin dan jundi, serta konsep dan tujuan. Surat Al-Hujurat menghimpun keterangan mengenai semua itu.
Sepertiga bagian pertama menjelaskan hak, syarat-syarat, dan keharusan bersikap santun kepada pemimpin; sepertiga yang kedua mengupas sifat-sifat serta cinta dan kesatuan yang dimiliki oleh seorang jundi; sedangkan sepertiga yang terakhir menjelaskan tujuan. Tujuan yang harus dicari adalah ridha Allah, sarananya adalah kebersihan hati dan kejernihan perasaan, sehingga hati menghadap kepada Allah dalam keadaan menyandang sifat-sifat berikut ini:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat : 15)
Bila ada sekelompok orang yang mempunyai tujuan ini, kemudian mereka tidak ragu-ragu, lantas hati mereka bersatu-padu, tidak pernah terjadi tindakan saling mengolok, mencari-cari kesalahan, mengadu domba, dan sifat-sifat lain yang disebutkan oleh surat ini, “Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita-wanita lain, boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olok itu lebih baik daripada wanita yang mengolok-olok.” (QS. Al-Hujurat : 11)
Kemudian ada kepemimpinan yang mengendalikan mereka di bawah panji-panji Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam, yang membawa mereka mengikuti jalan dan sunah beliau. Ikhwan sekalian, jika ada kepemimpinan yang mencontoh sunah Rasulullah sedangkan hati orang-orang yang bersamanya menghadap kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata; maka berilah kabar gembira kepada para pelakunya bahwa mereka akan bisa mewujudkan cita-cita mereka, apa pun kendala yang menghadang. “Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf : 21)
Sedangkan sepertiga terakhir, atau pilar terakhir dari surat ini merupakan landasan dari semua landasan, yaitu purifikasi tujuan. Inilah tema ceramah pada malam ini.
Ikhwan tercinta. Kita ingin melakukan purifikasi (penyucian) tujuan sehingga benar-benar bersih dan suci. Jika kita telah berhasil menyucikan tujuan, ia akan menjadi landasan persatuan hati kita. Jika hati kita telah bersatu di atas landasan tersebut, pasti Allah akan menjadikan seorang yang akan memimpin kita dari kalangan kita sendiri.
Usai kajian lalu, ada salah seorang akh yang berbicara kepada saya mengenai konsep ini, hingga terus melekat di hati saya. Saya mulai berpikir, dan akhirnya saya menemukan bahwa Al-Qur’anul Karim telah mengisyaratkan tujuan ini dalam satu surat yang barangkali merupakan surat terpendek, meskipun termasuk yang paling lengkap mencakup konsep dan tujuan-tujuan Al-Qur’an. Surat tersebut adalah Al-Ikhlas: “Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.’” (QS. Al-Ikhlas : 1-4)
Saya mengulang-ulang, membaca dan membacanya. Kemudian saya berkata kepada diri saya sendiri, “Rasanya saya belum pernah berbicara kepada Ikhwan mengenai firman Allah ini.”
Ikhwan sekalian, kandungan makna surat ini mengalir dan benar-benar mengarah kepada tujuan. Demi Allah, andaikata kaum muslimin memahami dan mengerti tujuan-tujuan surat ini, lantas memperhatikannya benar-benar, meresapi dengan hati dan melaksanakannya dengan anggota badannya, niscaya ini saja cukup untuk mewujudkan persatuan dan kemenangan mereka.
Ada sekelompok orang Yahudi yang datang dan bertanya kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam, “Muhammad, sebutkan garis keturunan Tuhanmu kepada kami. Kamu telah mengajak kami kepada Allah dan sesungguhnya tujuan pembicaraan kami adalah agar kami bisa berhubungan dengan Allah.” Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan, “Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.’”
Jawaban pertanyaan untuk mereka adalah ayat-ayat yang maknanya mencakup seluruh hak ketuhanan, yang ringkas, indah, dan mudah. Surat ini menunjukkan suatu tujuan sebagaimana yang ditunjukkan oleh banyak ayat Al-Qur’anul Karim. “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan pelajaran yang baik.” (QS. An-Nahl: 125) “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah kepada Allah dan beramal shalih, dan ia berkata, Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Fushilat: 33) “Hendaklah ada di antara kalian segolongan orang yang berdakwah mengajak kepada kebaikan, memerintahkan perbuatan baik dan mencegah perbuatan mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104) “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan, dan penyeru yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, serta sebagai pelita yang menerangi.” (QS. Al-Ahzab: 45-46) “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu.” (QS. Asy-Syura: 15)
Bukankah titik awal dan titik akhirnya adalah dakwah, sedangkan ikatan dan benang penghubungnya adalah jalinan kepada Allah dan ma’rifat kepada-Nya. Dengan itulah mereka bisa memperoleh pertolongan Allah di dunia dan pahala di akhirat. Untuk tujuan itulah langit dan bumi dibangun, untuk tujuan itu pula para nabi diutus, dan untuk itu pula orang-orang shalih beramal. Surat ini, meskipun pendek, nilainya setara dengan sepertiga Al-Qur’an. Suatu ketika Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah keluar menemui para sahabatnya, lantas bertanya, Siapakah di antara kalian yang bisa membaca sepertiga Al-Qur’an dalam semalam?” Mereka balik bertanya, “Bagaimana caranya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Qul Huwallahu Ahad itu senilai dengan sepertiga Al-Qur’an.”
Maka barangsiapa membaca surat ini tiga kali, seakan-akan ia telah membaca seluruh Al-Qur’an. Dalam tiga lafal (ayat) terkandung kelengkapan makna uluhiyah secara keseluruhan. Pada kata “Allah” terkandung makna kesempurnaan dzat, pada kata “Ahad (Esa)” terkandung makna kesempurnaan sifat, sedangkan kata “Shamad (tempat bergantung)” terkandung makna kesempurnaan perbuatan. Kesempurnaan dzat, sifat, dan perbuatan berarti merupakan kesempurnaan uluhiyah. Alangkah tepatnya perkataan para ulama, “Sesungguhnya Al-Qur’an itu mencakup konsep akhlak, aqidah, dan ibadah, sedangkan qul huwallahu ahad mencakup seluruh konsep aqidah, karena itu ia setara dengan sepertiga Al-Qur’an.”
Ikhwan sekalian yang mulia. Saya akan membuat ilustrasi untuk Anda semua. Seorang pekerja trem yang bertugas mengendalikan arah perjalanan trem, tidak perlu membawa trem itu untuk disetir ke arah mana yang ia inginkan. Ia cukup dengan sebuah tongkat sinyal. Dengan menggerakkan tongkat sinyal itu maka trem akan belok dan menghadap ke arah yang baru tanpa kesulitan. Demikian halnya hati manusia dan ma’rifat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Pengetahuan yang benar ibarat tongkat sinyal. Bila ia menyentuh hati manusia, ia akan mengubah kondisinya dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Jika hati berubah, maka semua tubuh manusia akan bergerak, dan jika individu masyarakat sudah berubah, maka berubah pula suatu umat. Umat tidak lebih merupakan kumpulan individu. Jika Anda ingin mengadakan perbaikan, perbaikilah dahulu hati manusia dengan mengenalkan Allah kepadanya, dengan sebenar-benar ma’rifat (pengenalan).
Adapun reformasi yang berlangsung saat ini maka sulit mendapatkan pemecahannya secara mendasar. Jika Anda berusaha memperbaiki aspek ekonomi maka rusaklah aspek kesehatan, jika Anda berusaha memperbaiki aspek kesehatan maka rusaklah aspek perekonomian, dan jika Anda ingin melakukan reformasi dalam segala bidang maka hal itu membutuhkan usaha dan biaya yang luar biasa besar, di samping para pegawai yang ikhlas dan cakap. Padahal sebenarnya, jika Anda ingin melakukan perbaikan, cukup pergi ke tongkat sinyal tadi, dan operasikan. Tongkat sinyal di sini berarti pengetahuan tentang Allah ‘azza wa jalla.
Pengetahuan tentang Allah subhanahu wa ta’ala memunculkan hakikat spiritual yang kuat dan mendalam dalam hati, yang bisa mengendalikan, menguasai, menjalankan, dan mengelolanya. Sekali-kali tujuan itu tidak akan benar kecuali bila berhubungan dengan Allah, mengenal Allah, dan bertumpu kepada Allah. Karena itu, Ikhwan sekalian, entah sebentar atau lama, kita perlu berekreasi di taman-taman ma’rifatullah, memetik bunga-bunga indah dan harum semerbak dari Kitabullah.
“Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Maha Esa.”‘ Lihatlah wahai Akhi, pembukaan surat ini. “Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Maha Esa.’” Sebenarnya bisa saja Allah berfirman, “Allah Maha Esa.” Tetapi Allah mengawali firman ini dengan, “Dialah” yang mengandung nilai sastra. Selain itu ia juga merupakan gambaran spiritual yang indah, yang terbangun di benak Anda, dan mengantarkan respon hati di dalam diri. Karena kata ganti “Dia” mengisyaratkan bahwa ma’rifat kepada Allah itu tempatnya di hati, bukan di lidah, lalu membangkitkan kesadaran jiwa. Setelah itu baru terucap oleh lidah, merasuk melalui telinga, kemudian meresap ke dalam hati.
Kata ‘Dia” tertuju ke hati, bukan telinga atau lisan; ke hati yang mulia yang merupakan urusan Allah itu sendiri. Dia” mengingatkan hati manusia akan hakikat ma’rijatullah, sekaligus merupakan panggilan jiwanya. Ingatlah, wahai jiwa, siapakah yang telah menanamkan perjanjian pada dirimu. “Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, wahai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. Dan hendaklah kalian menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Yasin : 60-61)
“Dia” adalah kata ganti yang sasaran bicaranya adalah hati. Suatu kata yang membangkitkan dalam jiwa manusia semua hakikat yang dikandung setelah itu, sekaligus mengindikasikan kesempurnaan uluhiyah. Dengan itulah jiwa manusia menjadi tertunduk dan rindu, “Siapakah Dia itu?” Dialah Allah. Dia menanamkan dalam diri Anda qudrah ilahiyah (kekuasaan Tuhan) yang tinggi, yang tidak bisa dilemahkan oleh kekuatan apa pun. “Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 165)
Anda mendapati bahwa ini semua adalah kekuasaan Allah. Ia menggambarkan ilmu Allah yang luas dan meliputi segala sesuatu dalam jiwa Anda, yang tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya. Itulah ilmu Allah. Ia menggambarkan dalam jiwa Anda kehidupan sempurna yang tidak kenal binasa dan tidak pernah berakhir. Itulah kehidupan Allah subhanahu wa ta’ala. Ia menggambarkan dalam jiwa Anda seluruh makna dan bentuk kesempurnaan. Anda bisa mengembara di angkasa hakikat yang tidak akan mampu dipahami secara keseluruhan oleh akal. Itulah kesempurnaan Allah subhanahu wa ta’ala. Allah Yang Maha Mengetahui, yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
‘Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu, langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (membalas)nya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16) “Dia mengetahui pandangan mata khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir: 19)
Ia menggambarkan dalam jiwa Anda, wahai Akhi, sesuatu yang tidak terjangkau oleh khayalan, yaitu ilmu yang meliputi segala sesuatu, kemampuan yang sempurna, serta kehendak yang pasti. Ia menggambarkan dalam jiwa Anda, wahai Akhi, bahwa semua kerajaan dan kekuasaan hanya milik Allah. “Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak ingat?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka pasti menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak bertaqwa?”‘ (QS. Al-Mukminun : 84-87)
Sebenarnya, Ikhwan yang mulia, jika tabir-tabir yang menutupi jiwa dari hakikat makna uluhiyah telah tersingkap, dan cahaya hakikat muncul bersama curahan dari sebagian cahayanya, kita bisa melihat kesempurnaan uluhiyah itu tidak terbatas.
Suatu ketika Asy-Syibli pernah ditanya, “Kenalkanlah kepada kami Tuhanmu.” Ia menjawab, “Dia adalah yang Mahatunggal dan yang dikenal sebelum adanya batasan-batasan dan huruf-huruf. Maka, akal manusia tidak mampu mengetahui sepenuhnya. (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kalian; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia mengetahui segala sesuatu. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 102-103)
Inilah prinsip-prinsip universal yang di angkasanya hati seorang mukmin bebas menjelajah, dengan hati yang bersih dan jiwa yang beriman. Dengan penjelajahan ini, jiwa yang bersih bisa melihat alam secara keseluruhan, yang tidak terbatas. Ia melihat kehendak yang tidak dibatasi oleh sesuatu. Tidak ada kata yang lebih mewakili untuk menggambarkan seluruh makna ini, Ikhwan sekalian, kecuali lafdzhul jalalah (kata keagungan) Allah, sesuai dengan firman-Nya, “Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa.”
Allah sajalah yang mempunyai sifat Esa, maka tidak ada seorang sekutu pun yang menyamainya, baik dalam nama maupun sifat-Nya.
“Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan-Nya?’ Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untuk kalian dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kalian sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.” (QS. An-Naml: 59-61)
Allah subhanahu wa ta’ala adalah pemilik tunggal bagi seluruh hakikat uluhiyah “Dialah Allah Yang Maha Esa.” Sebagaimana telah disinggung di muka, kata “Dia”, menimbulkan di hati manusia sebuah perasaan tentang kesempurnaan uluhiyah, sedangkan “Ahad” adalah kata yang menafikan kesempurnaan dari selain Allah subhanahu wa ta’ala. ‘Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” Mengapa di sini ada pengulangan kata Allah? Ini juga senandung yang membuai jiwa manusia. Karenanya, jika suatu jiwa telah mengetahui kesempurnaan hakikat uluhiyah ini, ia akan menikmati pengulangannya. Al-Qur’an menyebut ulang apa yang disukainya itu, yakni kata Allah, satu-satunya yang memiliki kesempurnaan uluhiyah. “Ash-Shamad”, yakni majikan yang menjadi tumpuan untuk memenuhi segala kebutuhan.
Ikhwan sekalian, ini semua merupakan aturan orisinil untuk menjalin hubungan praktis antara manusia dengan Tuhannya, sekaligus suatu isyarat mengenai kesempurnaan uluhiyah dalam perbuatan-perbuatan-Nya. “Allah” adalah isyarat mengenai kesempurnaan uluhiyah dalam dzat-Nya, “Ahad” adalah isyarat mengenai kesempurnaan uluhiyah dalam sifat-sifat-Nya dan “Ash-Shamad” adalah isyarat mengenai kesempurnaan uluhiyah dalam perbuatan-perbuatan-Nya.
Jika Anda mempunyai kebutuhan, wahai Akhi, maka mengadulah kepada Yang Mahasempurna dalam dzat-Nya, Yang Maha-sempurna dalam sifat-sifat-Nya, dan Yang Mahasempurna dalam perbuatan-perbuatan-Nya, yang berbuat apa saja, mempunyai wewenang tunggal terhadap segala sesuatu. Jika Anda mengetahui kesempurnaan uluhiyah, wahai Akhi, jika Anda telah mengetahui keesaan-Nya, mengapa Anda bergantung kepada selain-Nya? Yang menyandang sifat “Ash-Shamad” adalah satu-satunya yang berkuasa. Maka, Anda semua, wahai hamba Allah, hendaklah menghadap kepada Allah dan ketahuilah bahwa prinsip “iyyaka na’budu (hanya kepada-Mu kami beribadah)” adalah hak Allah Yang menyandang sifat “Ahad”, sedangkan prinsip “iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)” adalah hak Allah yang menyandang sifat “Ash-Shamad”.
Ikhwan yang mulia, ketika manusia benar-benar memahami konsep-konsep ini, ia melekat dan menancap kuat di dalam hatinya, ketika sudah terjadi internalisasi konsep ini di dalam diri, dan ia telah berubah menjadi sifat yang melekat di hatinya, yang menyinari jiwanya. Ia tidak takut lagi kecuali kepada Allah, tidak cemas kecuali kepada Allah, tidak meminta kecuali kepada Allah, dan perasaannya sekejap pun tidak pernah lepas dari dzikrullah. Maka ketika itulah Allah menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, menjadi tangan yang ia memegang dengannya, dan menjadi kaki yang ia berjalan dengannya. Ia tidak pernah lepas dari dzikrullah, dan Allah juga senantiasa ingat dan menyertainya. Dengan demikian ia akan naik mencapai derajat ihsan, sebagaimana yang Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam sabdakan: “Beribadahlah kepada Allah, seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka (sadarilah) bahwa Dia melihatmu.”
Ikhwan sekalian, jika seorang hamba telah memahami benar masalah ini, ia akan senantiasa berada dalam kenikmatan, sekalipun berbagai musibah duniawi menimpanya. “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Inilah tujuan asasi yang pertama, wahai Ikhwan. Hendaklah hati semua orang yang membawa panji-panji Allah bersatu di atas tujuan ini. Hendaklah mereka membersihkan diri dari ambisi dan nafsu pribadinya, untuk sepenuhnya mencari ridha Allah. Hendaklah mereka menanamkan pengetahuan ini kuat-kuat di dalam hatinya sehingga Allah lebih dicintainya daripada istri, anak, dan harta bendanya. “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS. At-Taubah: 24)
Ikhwan yang tercinta. Kita benar-benar ingin mengambil manfaat dari ini. Kita ingin agar hati kita berhubungan dengan Allah, disinari oleh cahaya ma’rifah-Nya, serta bergantung dengan sebenar-benarnya kepada Allah dalam segala hal. Dalam penutupan surat, dikatakan, “Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlas: 3-4). Ini merupakan penegasan kepada jiwa manusia tentang keesaan Allah dalam kesempurnaan dzat, sifat, dan perbuatan, sehingga Dia menafikan diri-Nya dari apa yang merupakan bagian dari spesifikasi manusia yang paling khas: beranak pinak dan berketurunan.
Amma ba’du. Sesungguhnya Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar, Yang Mahakuat lagi Mahakuasa, yang di tangan-Nya terletak kekuasaan atas segala sesuatu, telah membebankan amanah kepada kita, menyerahkan risalah ke tangan kita, dan menggariskan konsep yang lengkap kepada kita tentang tatanan kehidupan, di dalam kitab-Nya (Al-Qur’anul Karim). Umat yang akan bangkit adalah yang berjalan dan memegang teguh konsep ini. “Maka berpegang teguhlah kalian kepada agama yang telah diwahyukan kepada kalian. Sesungguhnya kalian berada di atas jalan yang lurus.” (QS. Az-Zukhruf: 43)
Ikhwan sekalian, karena kita mengemban risalah Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam, maka kita berkewajiban untuk menjalin hubungan dengan Allah dengan sebenar-benarnya dan berusaha mengenal-Nya dengan sungguh-sungguh agar kita mendapatkan kesucian yang optimal. Dengan bimbingan Allah kita berjalan “dalam satu barisan” menuju ke arah cita-cita. Dunia pada hari ini menunggu-nunggu terwujudnya cita-cita ini agar dapat menyelamatkannya dari jurang penderitaan berdasarkan tuntunan dan cahaya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Apakah Anda semua mau berjuang dan menyambut seruan ini? “Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian.” (QS. Al-Anfal: 24)
Ikhwan sekalian, saya menyeru Anda semua, agar hati kita semua bersatu di atas cita-cita yang benar dan bersih ini. Marilah kita berlari menuju Allah sebagai orang-orang yang bersaudara secara tulus dan bersih di atas prinsip-prinsip ini. Marilah berjihad untuk memperjuangkannya dan meninggikan panji-panjinya. Ini adalah mimpi yang perlu ditafsirkan, dan masing-masing dari Anda hendak-lah menjadi “Yusuf” yang bisa menafsirkan mimpi-mimpi ini.
Ini saja yang saya sampaikan, saya memohon ampunan kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk diri saya dan diri Anda semua.
Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Sayidina Muhammad, segenap keluarga, dan para sahabatnya.

Sumber : http://www.hasanalbanna.com/surat-paling-lengkap-mencakup-makna-dan-tujuan-al-quran-setara-dengan-sepertiga-al-quran/?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+hasanalbanna+%28hasanalbanna.com%29

Share and Enjoy:
We will keep You Updated...
Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!
Subscribe via RSS Feed subscribe to feeds
Sponsors
Template By SpicyTrickS.comSpicytricks.comspicytricks.com
Template By SpicyTrickS.comspicytricks.comSpicytricks.com
Popular Posts
Recent Stories
Connect with Facebook
Sponsors
Recent Comments