Home » Archives for Oktober 2012
Halal Haram Subjek Gambar
Posted in
Artikel
|
10/31/2012|
Admin
Yang sudah pasti, bahwa subjek gambar
mempunyai pengaruh soal haram dan halalnya. Misalnya gambar yang
subjeknya itu menyalahi aqidah dan syariat serta tata kesopanan agama,
semua orang Islam mengharamkannya.
Oleh karena itu gambar-gambar perempuan
telanjang, setengah telanjang, ditampakkannya bagian-bagian anggota khas
wanita dan tempat-tempat yang membawa fitnah, dan digambar dalam
tempat-tempat yang cukup membangkitkan syahwat dan menggairahkan
kehidupan duniawi sebagaimana yang kita lihat di majalah-majalah,
surat-surat khabar dan bioskop, semuanya itu tidak diragukan lagi
tentang haramnya baik yang menggambar, yang menyiarkan ataupun yang
memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor, toko-toko dan digantung di
dinding-dinding. Termasuk juga haramnya kesengajaan untuk memperhatikan
gambar-gambar tersebut.
Termasuk yang sama dengan ini ialah
gambar-gambar orang kafir, orang zalim dan orang-orang fasik yang oleh
orang Islam harus diberantas dan dibenci dengan semata-mata mencari
keridhaan Allah. Setiap muslim tidak halal melukis atau menggambar
pemimpin-pemimpin yang anti Tuhan, atau pemimpin yang menyekutukan Allah
dengan sapi, api atau lainnya, misalnya orang-orang Yahudi, Nasrani
yang ingkar akan kenabian Muhammad, atau pemimpin yang beragama Islam
tetapi tidak mau berhukum dengan hukum Allah; atau orang-orang yang
gemar menyiarkan kecabulan dan kerusakan dalam masyarakat seperti
bintang-bintang film dan biduan-biduan.
Termasuk haram juga ialah gambar-gambar
yang dapat dinilai sebagai menyekutukan Allah atau lambang-lambang
sementara agama yang samasekali tidak diterima oleh Islam, gambar
berhala, salib dan sebagainya.
Barangkali seperai dan bantal-bantal di
zaman Nabi banyak yang memuat gambar-gambar semacam ini. Oleh karena itu
dalam riwayat Bukhari diterangkan; bahwa Nabi tidak membiarkan salib di
rumahnya, kecuali dipatahkan.
Ibnu Abbas meriwayatkan:
“Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam pada waktu tahun penaklukan Makkah melihat
palung-patung di dalam Baitullah, maka ia tidak mau masuk sehingga ia
menyuruh, kemudian dihancurkan.” (Riwayat Bukhari).
Tidak diragukan lagi, bahwa
patung-patung yang dimaksud adalah patung yang dapat dinilai sebagai
berhala orang-orang musyrik Makkah dan lambang kesesatan mereka di
zaman-zaman dahulu.
Ali bin Abu Thalib juga berkata:
“Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
dalam (melawat) suatu jenazah ia bersabda: ‘Siapakah di kalangan kamu
yang akan pergi ke Madinah, maka jangan biarkan di sana satupun berhala
kecuali harus kamu hancurkan, dan jangan ada satupun kubur (yang
bercungkup) melainkan harus kamu ratakan dia, dan jangan ada satupun
gambar kecuali harus kamu hapus dia?’ Kemudian ada seorang laki-laki
berkata: ‘Saya! Ya, Rasulullah!’ Lantas ia memanggil penduduk Madinah,
dan pergilah si laki-laki tersebut. Kemudian ia kembali dan berkata:
‘Saya tidak akan membiarkan satupun berhala kecuali saya hancurkan dia,
dan tidak akan ada satupun kuburan (yang bercungkup) kecuali saya
ratakan dia dan tidak ada satupun gambar kecuali saya hapus dia.’
Kemudian Rasulullah bersabda: Barangsiapa kembali kepada salah satu dari
yang tersebut maka sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan
kepada Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Riwayat Ahmad; dan
berkata Munziri: Isya Allah sanadnya baik)[1]
Barangkali tidak lain
gambar-gambar/patung-patung yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. untuk
dihancurkan itu, melainkan karena patung-patung tersebut adalah lambang
kemusyrikan jahiliah yang oleh Rasulullah sangat dihajatkan kota Madinah
supaya bersih dari pengaruh-pengaruhnya. Justru itulah, kembali kepada
hal-hal di atas berarti dinyatakan kufur terhadap ajaran yang dibawa
oleh Nabi Muhammad.
Kesimpulan Hukum Gambar dan Yang Menggambar
Dapat kami simpulkan hukum masalah gambar dan yang menggambar sebagai berikut:
- Macam-macam gambar yang sangat diharamkan ialah gambar-gambar yang
disembah selain Allah, seperti Isa Al Masih dalam agama Kristen. Gambar
seperti ini dapat membawa pelukisnya menjadi kufur, kalau dia lakukan
hal itu dengan pengetahuan dan kesengajaan.
Begitu juga pemahat-pemahat patung, dosanya akan sangat besar apabila dimaksudkan untuk diagung-agungkan dengan cara apapun. Termasuk juga terlibat dalam dosa, orang-orang yang bersekutu dalam hal tersebut. - Termasuk dosa juga, orang-orang yang melukis sesuatu yang tidak disembah, tetapi bertujuan untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan, bahwa dia dapat mencipta jenis baru dan membuat seperti pembuatan Allah. Kalau begitu keadaannya dia bisa menjadi kufur. Dan ini tergantung kepada niat si pelukisnya itu sendiri.
- Di bawah lagi patung-patung yang tidak disembah, tetapi termasuk yang diagung-agungkan, seperti patung raja-raja, kepala negara, para pemimpin dan sebagainya yang dianggap keabadian mereka itu dengan didirikan monumen-monumen yang dibangun di lapangan-lapangan dan sebagainya. Dosanya sama saja, baik patung itu satu badan penuh atau setengah badan.
- Di bawahnya lagi ialah patung-patung binatang dengan tidak ada maksud untuk disucikan atau diagung-agungkan, dikecualikan patung mainan anak-anak dan yang tersebut dari bahan makanan seperti manisan dan sebagainya.
- Selanjutnya ialah gambar-gambar di pagan yang oleh pelukisnya atau pemiliknya sengaja diagung-agungkan seperti gambar para penguasa dan pemimpin, lebih-lebih kalau gambar-gambar itu dipancangkan dan digantung. Lebih kuat lagi haramnya apabila yang digambar itu orang-orang zalim, ahli-ahli fasik dan golongan anti Tuhan. Mengagungkan mereka ini berarti telah meruntuhkan Islam.
- Di bawah itu ialah gambar binatang-binatang dengan tidak ada maksud diagung-agungkan, tetapi dianggap suatu manifestasi pemborosan. Misalnya gambar gambar di dinding dan sebagainya. Ini hanya masuk yang dimakruhkan.
- Adapun gambar-gambar pemandangan, misalnya pohon-pohonan, korma, lautan, perahu, gunung dan sebagainya, maka ini tidak dosa samasekali baik si pelukisnya ataupun yang menyimpannya, selama gambar-gambar tersebut tidak melupakan ibadah dan tidak sampai kepada pemborosan. Kalau sampai demikian, hukumnya makruh.
- Adapun fotografi, pada prinsipnya mubah, selama tidak mengandung objek yang diharamkan, seperti disucikan oleh pemiliknya secara keagamaan atau disanjung-sanjung secara keduniaan. Lebih-lebih kalau yang disanjung-sanjung itu justru orang-orang kafir dan ahli-ahli fasik, misalnya golongan penyembah berhala, komunis dan seniman-seniman yang telah menyimpang.
- Terakhir, apabila patung dan gambar yang diharamkan itu bentuknya diuubah atau direndahkan (dalam bentuk gambar), maka dapat pindah dari lingkungan haram menjadi halal. Seperti gambar-gambar di lantai yang biasa diinjak oleh kaki dan sandal.
Sumber : http://www.hasanalbanna.com/halal-haram-subjek-gambar/?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+hasanalbanna+%28hasanalbanna.com%29
PKS : Pemilu Murah Jika TVRI dan RRI Direvitalisasi
Posted in
Berita
|
|
Admin
Biaya penyelenggaraan dan kampanye Pemilu dinilai murah jika
revitalisasi lembaga penyiaran publik, Televisi Republik Indonesia
(TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI), bisa diwujudkan.
Hal itu diutarakan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Almuzzammil Yusuf, di Jakarta, Selasa (30/10).
"Jika semua partai peserta pemilu ingin Pemilu dan Pilpres murah, mereka harus mendukung penyehatan TVRI dan RRI dengan anggaran yang mencukupi untuk periode 2013 dan 2014. Sehingga ada waktu bagi TVRI dan RRI untuk memperbaiki jaringan pemancar mereka agar sehat meliputi semua wilayah NKRI," kata Muzzammil.
Untuk itu, dia mengharapkan semua fraksi di DPR mendukung program dan anggaran untuk merevitalisasi kedua lembaga penyiaran publik ini.
Sayangnya, kata Muzzammil, banyak fraksi di DPR yang kurang menyadari penyehatan TVRI dan RRI akan berdampak langsung pada penghematan yang signifikan biaya iklan Pemilu Caleg, dan Capres, mendatang.
"Saya mengajak semua fraksi mendukung program dan anggaran revitalisasi TVRI dan RRI mulai 2013," tambahnya.
Menurut Muzzammil, pemancar TVRI dan RRI lebih banyak daripada pemancar lembaga penyiaran swasta. Sehingga jangkauan siaran ke publik lebih luas hingga daerah terpencil dan perbatasan.
"Kira-kira 390 pemancar jauh lebih banyak dari swasta yangg hanya punya rata-rata 50 pemancar. Tetapi pemancar TVRI dan RRI banyak yang rusak atau tidak berfungsi," ujarnya.
Menurut Muzzammil, sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI dan RRI wajib mensukseskan pesta demokrasi rakyat. Karena, kedua lembaga penyiaran tersebut mendapatkan dana APBN, sedangkan TV dan Radio swasta tidak.
"Pesta demokrasi tidak akan sukses tanpa mengehatkan LPP TVRI dan RRI karena hanya mereka yang bisa jangkau daerah terpencil dan kepulauan," ucapnya.
Dalam pelaksanaannya, kata Muzzammil, TVRI dan RRI dapat menetapkan biaya iklan sebagaimana dicantumkan dalam UU Pemilu dan UU Pilpres.
Muzzammil meyakini jika TVRI dan RRI sehat dan mampu bersaing dengan swasta seperti lembaga penyiaran publik di negara maju, maka penghematan biaya Pemilu dan Pilpres ke depan akan mengurangi potensi korupsi pejabat negara di kemudian hari.
Hal itu diutarakan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Almuzzammil Yusuf, di Jakarta, Selasa (30/10).
"Jika semua partai peserta pemilu ingin Pemilu dan Pilpres murah, mereka harus mendukung penyehatan TVRI dan RRI dengan anggaran yang mencukupi untuk periode 2013 dan 2014. Sehingga ada waktu bagi TVRI dan RRI untuk memperbaiki jaringan pemancar mereka agar sehat meliputi semua wilayah NKRI," kata Muzzammil.
Untuk itu, dia mengharapkan semua fraksi di DPR mendukung program dan anggaran untuk merevitalisasi kedua lembaga penyiaran publik ini.
Sayangnya, kata Muzzammil, banyak fraksi di DPR yang kurang menyadari penyehatan TVRI dan RRI akan berdampak langsung pada penghematan yang signifikan biaya iklan Pemilu Caleg, dan Capres, mendatang.
"Saya mengajak semua fraksi mendukung program dan anggaran revitalisasi TVRI dan RRI mulai 2013," tambahnya.
Menurut Muzzammil, pemancar TVRI dan RRI lebih banyak daripada pemancar lembaga penyiaran swasta. Sehingga jangkauan siaran ke publik lebih luas hingga daerah terpencil dan perbatasan.
"Kira-kira 390 pemancar jauh lebih banyak dari swasta yangg hanya punya rata-rata 50 pemancar. Tetapi pemancar TVRI dan RRI banyak yang rusak atau tidak berfungsi," ujarnya.
Menurut Muzzammil, sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI dan RRI wajib mensukseskan pesta demokrasi rakyat. Karena, kedua lembaga penyiaran tersebut mendapatkan dana APBN, sedangkan TV dan Radio swasta tidak.
"Pesta demokrasi tidak akan sukses tanpa mengehatkan LPP TVRI dan RRI karena hanya mereka yang bisa jangkau daerah terpencil dan kepulauan," ucapnya.
Dalam pelaksanaannya, kata Muzzammil, TVRI dan RRI dapat menetapkan biaya iklan sebagaimana dicantumkan dalam UU Pemilu dan UU Pilpres.
Muzzammil meyakini jika TVRI dan RRI sehat dan mampu bersaing dengan swasta seperti lembaga penyiaran publik di negara maju, maka penghematan biaya Pemilu dan Pilpres ke depan akan mengurangi potensi korupsi pejabat negara di kemudian hari.
Sumber:http://www.metrotvnews.com/metromain/news/2012/10/30/112001/PKS-Pemilu-Murah-Jika-TVRI-dan-RRI-Direvitalisasi
PKS Yakin Parpol Islam Tidak Redup di 2014
Posted in
Berita
|
10/30/2012|
Abu Jundi
KPU meloloskan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam verifikasi
administrasi, yang diumumkan kemarin, Minggu (28/10/2012). Selain PKS,
ada juga PPP, PKB, dan PAN yang dinyatakan lolos verifikasi
administrasi.Ketua DPP PKS Sohibul Iman mengatakan, lolosnya
empat partai politik (parpol) Islam dalam verifikasi administrasi,
membuktikan bahwa pernyataan yang menyebutkan parpol Islam akan meredup
di 2014, salah.
"Partai Islam bagus ya, di situ kan partai-partai Islam yang ada masuk semua. PPP, PKB, PKS, PAN masuk semua. Saya tidak percaya bahwa yang akan survive itu hanya PAN," kata Sohibul di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/10/2012).
Sohibul mengaku senang dengan penetapan KPU. PKS, tutur Sohibul, juga optimistis dapat lolos saat dilakukan verifikasi faktual.
"Kami bukan pertama kali mengalami verifikasi itu. Di 2009 kami juga lolos. Di internal kami, struktural pertumbuhannya meningkat. Jadi, kalau sekarang diverifikasi, Insya Allah siap," ucapnya.
Mengenai keterlambatan KPU mengumumkan penetapan parpol yang lolos verifikasi, Sohibul mengatakan kejadian tersebut sudah terjadi pada periode lalu. Ia pun meminta agar KPU memperbaiki proses tersebut.
"Karena menyangkut kredibilitas institusi penyelenggara pemilu. Dengan kinerja seperti itu (telat), tentu mengurangi kredibilitas. Kami berharap KPU ke depan tidak lagi seperti itu," harapnya. (*)
Sumber : http://www.tribunnews.com/2012/10/29/pks-yakin-parpol-islam-tidak-redup-di-2014
"Partai Islam bagus ya, di situ kan partai-partai Islam yang ada masuk semua. PPP, PKB, PKS, PAN masuk semua. Saya tidak percaya bahwa yang akan survive itu hanya PAN," kata Sohibul di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/10/2012).
Sohibul mengaku senang dengan penetapan KPU. PKS, tutur Sohibul, juga optimistis dapat lolos saat dilakukan verifikasi faktual.
"Kami bukan pertama kali mengalami verifikasi itu. Di 2009 kami juga lolos. Di internal kami, struktural pertumbuhannya meningkat. Jadi, kalau sekarang diverifikasi, Insya Allah siap," ucapnya.
Mengenai keterlambatan KPU mengumumkan penetapan parpol yang lolos verifikasi, Sohibul mengatakan kejadian tersebut sudah terjadi pada periode lalu. Ia pun meminta agar KPU memperbaiki proses tersebut.
"Karena menyangkut kredibilitas institusi penyelenggara pemilu. Dengan kinerja seperti itu (telat), tentu mengurangi kredibilitas. Kami berharap KPU ke depan tidak lagi seperti itu," harapnya. (*)
Sumber : http://www.tribunnews.com/2012/10/29/pks-yakin-parpol-islam-tidak-redup-di-2014
16 Partai Politik Lolos Verifikasi Administrasi
Posted in
Berita
|
10/29/2012|
Abu Jundi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan 16 partai politik (parpol)
lolos verifikasi administrasi, sedangkan 18 partai politik lainnya
dinyatakan tidak lolos oleh KPU. Dasar dari putusan itu adalah Peraturan
KPU No 7 dan 8 tentang penetapan dan tahapan.
"Bagi partai yang
lolos, akan dilakukan verifikasi faktual. KPU akan diperiksa secara
fisik sesuai perundang-undangan. Besok, tim yang beranggotakan 33 orang
akan melaksanakannya (verifikasi faktual)," kata Ketua KPU Husni Kamil
Manik dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Minggu (28/10/2012).
Berikut adalah parpol yang dinyatakan KPU memenuhi syarat administrasi.
- Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
- Partai Bulan Bintang (PBB)
- Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
- Partai Amanat Nasional (PAN)
- Partai Golongan Karya (Golkar)
- Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
- Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
- Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
- Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
- Partai Demokrat
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
- Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB)
- Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
- Partai Persatuan Nasional (PPN)
Sementara
itu, parpol yang dinyatakan tidak memenuhi syarat administrasi oleh KPU
berjumlah 18 parpol. Dengan demikian, ke-18 parpol tersebut dipastikan
tidak dapat berlaga di Pemilu 2014. Parpol-parpol itu adalah
- Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)
- Partai Kesatuan Demokrasi (PKDI)
- Partai Kongres
- Partai Serikat Rakyat Independen (SRI)
- Partai Karya Republik (Pakar)
- Partai Nasional Republik (Nasrep)
- Partai Buruh
- Partai Damai Sejahtera (PDS)
- Partai Republika Nusantara
- PNI Marhaenisme
- Partai Karya Peduli Bangsa (PKBP)
- Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
- Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
- Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)
- Partai Republik
- Partai Kedaulatan
- Partai Bhineka Indonesia
- Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI)
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2012/10/28/20062410/16.Partai.Politik.Lolos.Verifikasi.Administrasi
Politik Pengorbanan
Posted in
Artikel
|
|
Abu Jundi
PARA politisi di negeri ini harus belajar dari kisah pengorbanan Nabi
Ibrahim: rela menjadikan anaknya, Ismail, untuk disembelih sebagai
kurban seperti yang diperintahkan Allah. Nabi Ibrahim bersama Ismail tak
keberatan menjalankan perintah tersebut. Nabi Ibrahim juga tidak protes
kepada Allah karena harus menyembelih putranya. Nabi Ibrahim hanya
menakuti Allah, tidak takut kehilangan anaknya.
Ketakwaan Nabi Ibrahim
Sikap rela berkorban seperti itulah yang tidak dimiliki kebanyakan politisi di negeri ini. Hal yang paling nyata bisa kita lihat ketika manusia-manusia yang bergelut dalam kompetisi politik –baik pilkada ataupun pemilu– rela menggelontorkan duit dalam jumlah yang besar agar bisa menang. Tatkala jabatan telah diperoleh, mereka enggan mengorbankan kepentingan pribadinya untuk memperkaya diri atau paling tidak mengembalikan modal kampanye. Yang dikorbankan justru kepentingan rakyat.
Perilaku politisi semacam ini semakin memuluskan sirkuit M-P-M: money-power-money (Hidayat, 2009). Artinya: money dipakai untuk memeroleh power; lalu power digunakan untuk meraup money kembali. Kita belum pernah melihat ada seorang politisi yang sudah menghabiskan dana (begitu) besar dalam kampanye, lalu rela mengorbankan apa yang telah dihabiskannya demi mewujudkan kemaslahatan umat. Politisi yang memeroleh kekuasaan dengan nafsu bejat serta menghalalkan segala cara tentu akan enggan berkorban untuk mendahulukan kepentingan rakyat.
Idul Adha atau Hari Raya Kurban bukan sekadar ritual menyembelih hewan kurban. Ada pesan atau nilai kebajikan yang terkandung di dalamnya: manusia yang bertakwa pada Allah harus ikhlas mengorbankan segala hal yang diperintahkan untuk dikorbankan; mengorbankan sedikit waktu untuk shalat; mengorbankan sedikit rezeki untuk disedekahkan bagi yang membutuhkan; mengorbankan nyawa untuk membela agama Allah. Semua pengorbanan yang dilakukan harus berlandaskan pada keikhlasan atau niat bertakwa pada Allah, bukan untuk pencitraan politik, meraih simpati publik atau popularitas.
Nilai ketulusan berkorban dalam Idul Kurban, jika dikontemplasikan serta diaktualisasikan dalam politik keseharian, tentu akan akan mengubur egoisme yang mengutamakan prive pada perilkau para politisi dan selanjutnya akan menumbuhkan sikap rela berkorban untuk memperjuangkan kebutuhan rakyat sebagai yang utama, bukan kepentingan diri atau kelompok.
Realitanya, tak jarang egoisme yang tampak melalui sikap atau watak emoh berkorban yang menetap dalam batin seorang politisi membawa efek yang merusak. Segala daya upaya ditempuh agar kepentingan pihak lain yang mengancam kepentingan diri bisa dijegal. Saling fitnah, menghujat, hingga membunuh, menjadi kebiasaan para politisi vandal yang menghiraukan atau tidak menjadikan moral sebagai keutamaan dalam kehidupan berpolitik.
Andai politik diisi politisi yang berani mengorbankan apa yang –atau hendak– dimilikinya, kendati itu sangat berharga, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim, tentu kebusukan dalam politik –yang katanya tak pernah tak akan beraroma antagonis– akan menghilang. Pada titik inilah politik akan menjadi indah: menjadi seni yang sesungguhnya, seni untuk membahagiakan atau menyejahterakan rakyat dan menenteramkan negara.
Namun bukannya tak ada hal yang dikorbankan politisi di negeri ini. Salah satu yang telah dikorbankan adalah kedaulatan rakyat dan negara. Diberilah kesempatan untuk para investor tamak –baik domestik maupun asing– untuk mengisap segala hal yang dapat “disulap” menjadi uang. Rakyat yang marah dan memberontak sebab kedaulatan negaranya dikorbankan demi pemenuhan hasrat ekonomi segelintir elite, dituduh pengacau dan ditumpas. Sungguh keji!
Wasilah politisi-pengusaha tamak bukan untuk memikirkan bagaimana caranya agar rakyat terberdayakan, melainkan untuk mengejar kepentingan pribadi. Watak politisi yang seperti ini mengindikasikan bahwa partikularisme telah merebak di dalam politik, yang membunuh budaya saling menghargai dan memperjuangkan kepentingan bersama yang dibangun atau disepakati rakyat dan politisi yang menata (politik) negara.
Budaya individualisme yang eksis dalam kehidupan berpolitik akan mendorong manusia-manusia yang bekerja di dalamnya untuk membumikan partikularisme: sebuah sistem yang mengedepankan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum. Pada tahap selanjutnya, masing-masing individu itu berhimpun menjadi koininea politike yang abai pada kemaslahatan umat.
Politisi semacam ini tidak akan rela mengorbankan sesuatu yang dianggapnya berharga, kendati itu dibutuhkan oleh dan menyangkut kelangsungan hidup orang banyak. Politik, oleh politisi yang egois, bukan dijadikan alat untuk mewujudkan keluhuran sehingga mengubur jalan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan yang merata.
Politisi yang lebih mementingkan hasrat pribadi tentu lebih takut pada gertakan sesama politisi, takut jika hartanya berkurang, takut tak kelihatan mewah, takut kalah pemilu, takut modal kampanyenya tidak kembali, takut pada ancaman pemodal, bukan takut pada Allah. Tentu saja perilaku politisi semacam ini mempertontonkan kemusyrikan: tidak takut kepada Allah, tetapi malah menuhankan uang, pemodal tamak, atau politisi.
Tentu tidak akan ada seorang pun politisi yang akan bersedia mengaku lebih menakuti manusia ketimbang Tuhan. Kalau ini dilakukan, tentu saja publik akan menghujatnya. Implikasinya: citranya akan memburuk. Lalu ditampilkanlah keseolah-olahan: seolah-olah beriman; seolah-olah beradab; seolah-olah arif; seolah-olah berbudi pekerti. Jelas ini bertentangan dengan pernyataan yang selalu diucap dalam shalat: wa ma ana minal musyrikin.
Seorang politisi yang musyrik dan munafik tentu saja perbuatan dan perkataannya dalam politik keseharian tidak sesuai dengan pernyataan tersebut. Ia boleh saja berkata “wa ana minal muslimin” dan menyangkal bahwa ia seorang yang musyrik. Tetapi kekidiban perilaku seorang politisi bisa telanjang manakala bisa dilihat kepada siapa sesungguhnya ia takut, juga bisa dilihat dari setiap yang diperjuangkannya.
Sebab ia takut pada ancaman pemodal, bukan pada azab Allah, maka ia akan memperjuangkan apa yang dperintahkan pemodal, bukan menuruti Allah. Ia tak akan mengorbankan nyawa untuk membela umat yang melarat. Ia tak akan membela orang miskin yang rumahnya digusur saudagar tamak untuk mendirikan hotel.
Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan sesuatu yang berharga baginya, Nabi Ismail yang pernah rela dirinya dikorbankan demi melaksanakan perintah Allah, hendaknya menjadi kisah yang perlu dihayati serta ditiru oleh para politisi di negeri ini. Egoisme hendaknya dikubur ketika kepentingan bersamalah yang paling mendesak diwujudkan. Yang harus dikorbankan para politisi bukanlah kebutuhan rakyat, tetapi diri sendiri demi bisa meraih apa yang dikehendaki rakyat. Sebab, berani berkorban adalah salah satu ciri seorang politisi yang berwibawa, yang beriman.
Bisma Yadhi Putra
Anggota Bidang Kajian Politik pada Sekolah Demokrasi Aceh Utara
Ketakwaan Nabi Ibrahim
Sikap rela berkorban seperti itulah yang tidak dimiliki kebanyakan politisi di negeri ini. Hal yang paling nyata bisa kita lihat ketika manusia-manusia yang bergelut dalam kompetisi politik –baik pilkada ataupun pemilu– rela menggelontorkan duit dalam jumlah yang besar agar bisa menang. Tatkala jabatan telah diperoleh, mereka enggan mengorbankan kepentingan pribadinya untuk memperkaya diri atau paling tidak mengembalikan modal kampanye. Yang dikorbankan justru kepentingan rakyat.
Perilaku politisi semacam ini semakin memuluskan sirkuit M-P-M: money-power-money (Hidayat, 2009). Artinya: money dipakai untuk memeroleh power; lalu power digunakan untuk meraup money kembali. Kita belum pernah melihat ada seorang politisi yang sudah menghabiskan dana (begitu) besar dalam kampanye, lalu rela mengorbankan apa yang telah dihabiskannya demi mewujudkan kemaslahatan umat. Politisi yang memeroleh kekuasaan dengan nafsu bejat serta menghalalkan segala cara tentu akan enggan berkorban untuk mendahulukan kepentingan rakyat.
Idul Adha atau Hari Raya Kurban bukan sekadar ritual menyembelih hewan kurban. Ada pesan atau nilai kebajikan yang terkandung di dalamnya: manusia yang bertakwa pada Allah harus ikhlas mengorbankan segala hal yang diperintahkan untuk dikorbankan; mengorbankan sedikit waktu untuk shalat; mengorbankan sedikit rezeki untuk disedekahkan bagi yang membutuhkan; mengorbankan nyawa untuk membela agama Allah. Semua pengorbanan yang dilakukan harus berlandaskan pada keikhlasan atau niat bertakwa pada Allah, bukan untuk pencitraan politik, meraih simpati publik atau popularitas.
Nilai ketulusan berkorban dalam Idul Kurban, jika dikontemplasikan serta diaktualisasikan dalam politik keseharian, tentu akan akan mengubur egoisme yang mengutamakan prive pada perilkau para politisi dan selanjutnya akan menumbuhkan sikap rela berkorban untuk memperjuangkan kebutuhan rakyat sebagai yang utama, bukan kepentingan diri atau kelompok.
Realitanya, tak jarang egoisme yang tampak melalui sikap atau watak emoh berkorban yang menetap dalam batin seorang politisi membawa efek yang merusak. Segala daya upaya ditempuh agar kepentingan pihak lain yang mengancam kepentingan diri bisa dijegal. Saling fitnah, menghujat, hingga membunuh, menjadi kebiasaan para politisi vandal yang menghiraukan atau tidak menjadikan moral sebagai keutamaan dalam kehidupan berpolitik.
Andai politik diisi politisi yang berani mengorbankan apa yang –atau hendak– dimilikinya, kendati itu sangat berharga, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim, tentu kebusukan dalam politik –yang katanya tak pernah tak akan beraroma antagonis– akan menghilang. Pada titik inilah politik akan menjadi indah: menjadi seni yang sesungguhnya, seni untuk membahagiakan atau menyejahterakan rakyat dan menenteramkan negara.
Namun bukannya tak ada hal yang dikorbankan politisi di negeri ini. Salah satu yang telah dikorbankan adalah kedaulatan rakyat dan negara. Diberilah kesempatan untuk para investor tamak –baik domestik maupun asing– untuk mengisap segala hal yang dapat “disulap” menjadi uang. Rakyat yang marah dan memberontak sebab kedaulatan negaranya dikorbankan demi pemenuhan hasrat ekonomi segelintir elite, dituduh pengacau dan ditumpas. Sungguh keji!
Wasilah politisi-pengusaha tamak bukan untuk memikirkan bagaimana caranya agar rakyat terberdayakan, melainkan untuk mengejar kepentingan pribadi. Watak politisi yang seperti ini mengindikasikan bahwa partikularisme telah merebak di dalam politik, yang membunuh budaya saling menghargai dan memperjuangkan kepentingan bersama yang dibangun atau disepakati rakyat dan politisi yang menata (politik) negara.
Budaya individualisme yang eksis dalam kehidupan berpolitik akan mendorong manusia-manusia yang bekerja di dalamnya untuk membumikan partikularisme: sebuah sistem yang mengedepankan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum. Pada tahap selanjutnya, masing-masing individu itu berhimpun menjadi koininea politike yang abai pada kemaslahatan umat.
Politisi semacam ini tidak akan rela mengorbankan sesuatu yang dianggapnya berharga, kendati itu dibutuhkan oleh dan menyangkut kelangsungan hidup orang banyak. Politik, oleh politisi yang egois, bukan dijadikan alat untuk mewujudkan keluhuran sehingga mengubur jalan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan yang merata.
Politisi yang lebih mementingkan hasrat pribadi tentu lebih takut pada gertakan sesama politisi, takut jika hartanya berkurang, takut tak kelihatan mewah, takut kalah pemilu, takut modal kampanyenya tidak kembali, takut pada ancaman pemodal, bukan takut pada Allah. Tentu saja perilaku politisi semacam ini mempertontonkan kemusyrikan: tidak takut kepada Allah, tetapi malah menuhankan uang, pemodal tamak, atau politisi.
Tentu tidak akan ada seorang pun politisi yang akan bersedia mengaku lebih menakuti manusia ketimbang Tuhan. Kalau ini dilakukan, tentu saja publik akan menghujatnya. Implikasinya: citranya akan memburuk. Lalu ditampilkanlah keseolah-olahan: seolah-olah beriman; seolah-olah beradab; seolah-olah arif; seolah-olah berbudi pekerti. Jelas ini bertentangan dengan pernyataan yang selalu diucap dalam shalat: wa ma ana minal musyrikin.
Seorang politisi yang musyrik dan munafik tentu saja perbuatan dan perkataannya dalam politik keseharian tidak sesuai dengan pernyataan tersebut. Ia boleh saja berkata “wa ana minal muslimin” dan menyangkal bahwa ia seorang yang musyrik. Tetapi kekidiban perilaku seorang politisi bisa telanjang manakala bisa dilihat kepada siapa sesungguhnya ia takut, juga bisa dilihat dari setiap yang diperjuangkannya.
Sebab ia takut pada ancaman pemodal, bukan pada azab Allah, maka ia akan memperjuangkan apa yang dperintahkan pemodal, bukan menuruti Allah. Ia tak akan mengorbankan nyawa untuk membela umat yang melarat. Ia tak akan membela orang miskin yang rumahnya digusur saudagar tamak untuk mendirikan hotel.
Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan sesuatu yang berharga baginya, Nabi Ismail yang pernah rela dirinya dikorbankan demi melaksanakan perintah Allah, hendaknya menjadi kisah yang perlu dihayati serta ditiru oleh para politisi di negeri ini. Egoisme hendaknya dikubur ketika kepentingan bersamalah yang paling mendesak diwujudkan. Yang harus dikorbankan para politisi bukanlah kebutuhan rakyat, tetapi diri sendiri demi bisa meraih apa yang dikehendaki rakyat. Sebab, berani berkorban adalah salah satu ciri seorang politisi yang berwibawa, yang beriman.
Bisma Yadhi Putra
Anggota Bidang Kajian Politik pada Sekolah Demokrasi Aceh Utara
Sumber : http://suar.okezone.com/read/2012/10/29/58/710376/politik-pengorbanan
Salafi Mesir Kembali Dirikan Partai Baru
Posted in
Berita
|
10/19/2012|
Admin
Khalid Said, Jubir resmi atas nama Front Salafi di Mesir mengatakan,
bahwa pihaknya akan mengadakan konferensi pers pada hari Sabtu (20/10)
besok, bertempat di kantor Asosiasi Wartawan Mesir di Kairo. Agenda
utamanya adalah pendeklarasian berdirinya partai baru dengan nama
"Partai Rakyat".
Front Salafi yang akan mendirikan partai baru ini merupakan bagian
dari kelompok "Dakwah Salafiah" yang memisahkan diri ketika terjadinya
revolusi Mesir 25 Januari tahun lalu.
Hisyam Kamal, ketua dari Front Salafi mengatakan, bahwa partai baru
yang akan ia dirikan bukanlah pengganti dari partai Salafi yang sudah
ada. Ia mengatakan bahwa partainya hadir karena ada perbedaan cara
pandang dengan kelompok-kelompok Islam yang ada dan bukan dalam hal
manhaj atau pun ushul.
Ia kemudian mengatakan bahwa adanya berbagai partai dari satu
kelompok Islam merupakan hal yang lumrah, karena menurutnya hal yang
sama juga terjadi dengan kelompok Kiri dan Liberal.
Sejak suksesnya revolusi Mesir, lahir beberapa partai yang berasal
dari kelompok Salafi, yang terbesar adalah Hizbun Nur (Partai Cahaya)
yang menempati posisi kedua dalam pemilu Mesir setelah Partai Kebebasan
dan Keadilan (FJP) milik Al-Ikhwan Al-Muslimun. (islamtoday)
Tujuh Poin Sikap MUI Terkait Putusan MA Mengenai Hukuman Mati Kasus Narkoba
Posted in
Berita
|
|
Admin
Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menyatakan sikap terkait keputusan Mahkamah Agung (MA)
memberikan vonis Peninjauan Kembali (PK) terhadap terdakwa kasus-kasus
narkoba, yang mengubah hukuman mati menjadi hukuman penjara, atas alasan
bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan UUD 1945.
Salah satu putusan yang dikritisi MUI yakni terkait keputusan majelis hakim MA yang diketuai Imron Anwari dengan anggota Achmad Yamanie dan Nyak Pha, atas alasan HAM dan UUD 1945, yang mengabulkan PK terdakwa kasus narkoba, Henky Gunawan, yang menyebabkan Henky tidak dihukum mati.
"Karena dampak yang luar biasa besar dari vonis hakim PK MA, dan dengan tetap menghargai independensi hakim, maka MUI menyatakan sikap," ujar Ketua MUI KH Ma`ruf Amin, dalam konferensi pers di Gedung MUI, Jakarta, Kamis [18/10/2012].
Menurut Kiai Ma`ruf, ada tujuh poin pernyataan sikap yang dilayangkan MUI.
Pertama, MUI mendesak MA untuk memeriksa majelis hakim PK yang terdiri dari Imron Anwari dengan anggota majelis hakim Achmad Yamanie dan hakim Nyak Pha dari aspek substansi putusannya, rekam jejaknya dan aspek lain sesuai kewenangan MA.
Kedua, MUI meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim PK tersebut untuk mendalami dan mengetahui segala sesuatu yang terkait sikap dan perilaku hakim tersebut.
Ketiga, MUI mendorong dan mendukung Kejaksaan Agung agar mengajukan PK kedua terhadap perkara tersebut, walaupun MA sudah mengambil sikap untuk tidak lagi menerima PK kedua.
Keempat, MUI meminta MA untuk meningkatkan pengetahuan, profesionalisme dan integritas para hakim agung agar menguasai perkembangan terkini berbagai pemikiran, isu hukum dan konstitusi serta mampu berdiri tegak untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, selain kepastian hukum.
Kelima, MUI mengharapkan kepolisian, kejaksaan dan BNN agar tetap bersemangat untuk melakukan pemberantasan narkoba di seluruh penjuru tanah air.
Keenam MUI meminta agar lembaga-lembaga peradilan, mulai dari pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga MA mempunyai kesamaan sikap dan kebijakan untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya, termasuk hukuman mati, kepada seluruh pelaku kejahatan narkoba tanpa kecuali.
Ketujuh, MUI meminta pemerintah untuk tidak memberikan remisi dan pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus narkoba.
Kiai Ma`ruf mengatakan alasan MA yang menyatakan hukuman mati bertentangan dengan HAM dan UUD 1945, tidak tepat. Alasan tersebut menurut dia justru menunjukkan MA belum memahami secara komprehensif hukuman mati dalam kaitannya dengan HAM dan UUD 1945.
"Pernyataan MA juga melanggar yurisdiksi MK, sebab pengujian terhadap UUD 1945 merupakan kewenangan absolut MK, yang harus ditaati semua pihak," ujar dia.
Menurut dia hukuman mati merupakan konstitusional. Di dalam UUD 1945 HAM tidak mutlak tetapi dibatasi oleh ketentuan tertentu misalnya hukum dan lain-lain.
Ia juga mengatakan keputusan itu dikhawatirkan MUI mendorong peningkatan peredaran narkoba di tanah air yang akan menambah jumlah korban dan kerusakan bangsa yang semakin parah.
Secara khusus MUI pada Munas ke-7 tahun 2005 telah mengeluarkan fatwa bolehnya negara memberi hukuman mati pada pelaku tindak pidana tertentu.
"Di dalam fatwa Nomor 10/MUNAS VII/MUI/14/2005 yang dikeluarkan pada 29 Juli 2005 MUI secara tegas menyatakan Islam mengakui eksistensi hukuman mati dan memberlakukannya dalam jarimah (tindak pidana) hudud, qishah, dan ta'zir," jelas Kiai Ma'ruf.
Salah satu putusan yang dikritisi MUI yakni terkait keputusan majelis hakim MA yang diketuai Imron Anwari dengan anggota Achmad Yamanie dan Nyak Pha, atas alasan HAM dan UUD 1945, yang mengabulkan PK terdakwa kasus narkoba, Henky Gunawan, yang menyebabkan Henky tidak dihukum mati.
"Karena dampak yang luar biasa besar dari vonis hakim PK MA, dan dengan tetap menghargai independensi hakim, maka MUI menyatakan sikap," ujar Ketua MUI KH Ma`ruf Amin, dalam konferensi pers di Gedung MUI, Jakarta, Kamis [18/10/2012].
Menurut Kiai Ma`ruf, ada tujuh poin pernyataan sikap yang dilayangkan MUI.
Pertama, MUI mendesak MA untuk memeriksa majelis hakim PK yang terdiri dari Imron Anwari dengan anggota majelis hakim Achmad Yamanie dan hakim Nyak Pha dari aspek substansi putusannya, rekam jejaknya dan aspek lain sesuai kewenangan MA.
Kedua, MUI meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim PK tersebut untuk mendalami dan mengetahui segala sesuatu yang terkait sikap dan perilaku hakim tersebut.
Ketiga, MUI mendorong dan mendukung Kejaksaan Agung agar mengajukan PK kedua terhadap perkara tersebut, walaupun MA sudah mengambil sikap untuk tidak lagi menerima PK kedua.
Keempat, MUI meminta MA untuk meningkatkan pengetahuan, profesionalisme dan integritas para hakim agung agar menguasai perkembangan terkini berbagai pemikiran, isu hukum dan konstitusi serta mampu berdiri tegak untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, selain kepastian hukum.
Kelima, MUI mengharapkan kepolisian, kejaksaan dan BNN agar tetap bersemangat untuk melakukan pemberantasan narkoba di seluruh penjuru tanah air.
Keenam MUI meminta agar lembaga-lembaga peradilan, mulai dari pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga MA mempunyai kesamaan sikap dan kebijakan untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya, termasuk hukuman mati, kepada seluruh pelaku kejahatan narkoba tanpa kecuali.
Ketujuh, MUI meminta pemerintah untuk tidak memberikan remisi dan pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus narkoba.
Kiai Ma`ruf mengatakan alasan MA yang menyatakan hukuman mati bertentangan dengan HAM dan UUD 1945, tidak tepat. Alasan tersebut menurut dia justru menunjukkan MA belum memahami secara komprehensif hukuman mati dalam kaitannya dengan HAM dan UUD 1945.
"Pernyataan MA juga melanggar yurisdiksi MK, sebab pengujian terhadap UUD 1945 merupakan kewenangan absolut MK, yang harus ditaati semua pihak," ujar dia.
Menurut dia hukuman mati merupakan konstitusional. Di dalam UUD 1945 HAM tidak mutlak tetapi dibatasi oleh ketentuan tertentu misalnya hukum dan lain-lain.
Ia juga mengatakan keputusan itu dikhawatirkan MUI mendorong peningkatan peredaran narkoba di tanah air yang akan menambah jumlah korban dan kerusakan bangsa yang semakin parah.
Secara khusus MUI pada Munas ke-7 tahun 2005 telah mengeluarkan fatwa bolehnya negara memberi hukuman mati pada pelaku tindak pidana tertentu.
"Di dalam fatwa Nomor 10/MUNAS VII/MUI/14/2005 yang dikeluarkan pada 29 Juli 2005 MUI secara tegas menyatakan Islam mengakui eksistensi hukuman mati dan memberlakukannya dalam jarimah (tindak pidana) hudud, qishah, dan ta'zir," jelas Kiai Ma'ruf.
http://www.islamedia.web.id/2012/10/tujuh-poin-sikap-mui-terkait-putusan-ma.html
Internet Sehat, Dakwah Dahsyat
Posted in
Artikel
|
|
Admin
Sepertinya kita tak asing lagi dengan kata internet. Apalagi semenjak
adanya situs jejaring sosial. Orang semakin ramai duduk betah di depan
internet. Sebab kita tidak hanya bisa online lewat komputer, akan tetapi
juga bisa online lewat hape. Jadi aktifitas nge-net sekarang bisa kita
lakukan dimana saja. Bisa di rumah, dalam bus saat pergi kuliah, saat
antrian jawazat, di terminal saat menunggu bis dan berbagai tempat
lainnya.
Lalu apa hubungannya dakwah dengan internet. Sepertinya kita tidak
perlu banyak alasan apalagi keraguan mengapa "internet untuk dakwah".
Perkembangan informasi saat ini sudah membuat manusia dipaksa mengarungi
dua wilayah yang sama-sama nyata pengaruhnya, yaitu: dunia nyata dan
dunia maya (internet).
Dunia maya saat ini sudah berubah menjadi wilayah yang nyata
pengaruhnya. Data menyebutkan bahwa 93 persen dari kegiatan pemasaran
menggunakan media sosial. Buktinya kita bisa melihat banyak iklan
pemasaran produk di beranda. Di bidang pertahanan sudah tidak aneh lagi
lembaga pertahanan beberapa negara yang kontroversial menyiapkan
anggaran yang begitu besar untuk mengamankan data dan situsnya dari
retasan para hacker di dunia maya. Pengaruhnya negatifnya juga ada,
seperti kasus perceraian yang kerap terjadi karena menyalahgunakan atau
disebabkan facebook. Walhasil, dunia maya tak lagi "maya" dari sisi
pengaruh dan signifikannya.
Para aktifis dakwah yang senantiasa bersemangat dalam menebarkan
kebaikan dimana saja dan kapan saja, tentulah tidak boleh tinggal diam.
Jika selama ini mereka terbiasa masuk keluar gang-gang sempit, atau naik
turun gunung pebukitan dan lembah, maka kini suka tidak suka mereka
harus memasuki dunia maya, dengan segala pernak-perniknya dan
konsekuensinya.
Komunitas dunia maya dan pengguna internet pada umumnya adalah objek
dakwah yang signifikan dan tidak bisa dilupakan begitu saja. Ungkapan
saat ini yang banyak beredar : Jika Facebook adalah sebuah negara,
jumlah penggunannya akan menjadi negara ketiga terbesar di dunia dan dua
kali ukuran penduduk AS. Maka bagaimana mungkin ada wilayah yang begitu
besar ‘penduduknya’ lalu dibiarkan begitu saja tanpa sentuhan dan
aktifitas dakwah.
Dr.Yusuf Qaradhawi mengatakan: Isi dari dakwah adalah tetap, tidak
berubah, sedang media dan sarananya berubah dan berkembang sesuai dengan
perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan umat manusia. Maka dalam
berdakwah kita wajib membuat dan menggunakan sarana yang sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi”.
Setidaknya ada 3 langkah aplikatif untuk mengembangkan dakwah di internet.
Pertama: Menjadi Konsumsen yang Cerdas. Artinya kita benar-benar
menggunakan internet untuk sarana belajar dan menggali ilmu
sebanyak-banyaknya. Caranya dengan banyak membaca dan mengikuti update
tulisan di situs-situs islami dan ceramah para ulama dan ustadz.
Sekarang kita hanya tinggal menulis nama salah seorang ulama atau da'i
di google, maka dengan mudah kita akan temukan tulisan atau
ceramah-ceramah mereka. Tidak hanya itu kita juga bisa manfaatkan untuk
belajar bahasa Arab online, dan mendownload kitab-kitab referensi.
Kedua: Menjadi Marketing dan Distributor. Caranya adalah dengan
meng-copas status yang bernilai dakwah dan bermuatan inspirasi yang
menggugah, banyak sekali kata-kata ulama yang bisa kita jadikan status
fb kita. Tidak mengapa kita sekedar copy paste dari yang lain. Atau
memberikan link-link situs islami yang bermutu sehingga bisa dibaca oleh
orang lain. Selain itu juga bisa dengan memberikan informasi dan jadwal
kajian.
Ketiga: Menjadi Produsen Dakwah. Caranya gampang, yaitu dengan
membuat blog untuk menampilkan tulisan-tulisan yang inspiratif, apalagi
facebook juga menyediakan fasilitas untuk nge-blog. Dan juga mencatat
point-point penting dalam ceramah untuk dishare dalam fb atau twitter.
Terus, kalau kita bisa bikin power point yang bermanfaat, ebook dan
diunggah di blog atau situs sehingga para objek dakwah dengan mudah
membaca atau mendownloadnya.
Semoga catatan singkat ini bermanfaat bagi kita semua. Sehingga
aktifitas nge-net kita benar-benar bernilai ibadah di sisi Allah. Karena
baginda Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang mencontohkan perbuatan
baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain),
maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya
tanpa dikurangi sedikitpun pahala mereka yang mencontohnya. Dan
barangsiapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan
oleh orang lain, maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang
menirunya tanpa mengurangi mereka yang menirunya. (HR. Muslim dari Jarir
bin Abdillah ra).
Penulis: Akhrie Robbani
Cairo, 11 Mei 2012
Cairo, 11 Mei 2012
Keutamaan Bulan Dzulhijjah
Posted in
Artikel
|
10/15/2012|
Admin
Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia
dalam kalender Islam. Banyak umat Islam yang menantikan kedatangannya,
khususnya para calon jamaah haji, juga tentunya para peternak hewan
qurban. Berikut ini adalah beberapa keutamaan bulan Dzulhijjah yang
mesti kita ketahui dan semoga bisa memancing kita untuk melakukan banyak
amal kebaikan pada bulan tersebut.
1. Dzulhijah termasuk Asyhurul Hurum
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan
haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk
berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak.[1]
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (5): 2)
Ayat mulia ini menerangkan secara khusus
keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya.
Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalahDzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان”.
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya
terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah DzulQa’dah, DzulHijjah,
dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara duaJumadil
dan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
2. Anjuran Banyak Ibadah Pada Sepuluh Hari Pertama (Tanggal 1-10 Dzulhijjah)
Sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah memiliki keutamaan yang besar. Disebutkan dalam Al Quran:
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr (89): 1-2)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:
والليالي العشر: المراد بها عشر ذي الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف.
(Dan demi malam yang sepuluh):
maksudnya adalah sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan
Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf
dan khalaf.[2]
Ada juga yang mengatakan maksudnya
adalah sepuluh hari awal Muharram, ada juga ulama yang memaknai sepuluh
hari awal Ramadhan. Namun yang benar adalah pendapat yang pertama,[3] yakni sepuluh awal bulan Dzulhijjah.
Keutamaannya pun juga disebutkan dalam As Sunnah. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ
أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا
الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ
يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
“Tidak ada amal yang lebih afdhal
dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?”
Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar
untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan
sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari No. 969)
Imam Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah.[4]
Maka, amal-amal shalih apa pun bisa kita lakukan antara tanggal satu hingga sepuluh Dzulhijjah; sedekah, shalat sunnah, shaum –kecuali
pada sepuluh Dzulhijjah- , silaturrahim, dakwah, jihad, dan lainnya.
Amal-amal ini pada hari-hari itu dinilai lebih afdhal dibanding jihad,
apalagi berjihad pada hari-hari itu, tentu memiliki keutamaan lebih
dibanding jihad pada selain hari-hari itu.
Untuk berpuasa pada sepuluh hari ini, ada dalil khusus sebagaimana diriwayatkan oleh Hafshah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ
يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ
عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ
Ada empat hal yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah meninggalkannya: puasa ‘Asyura, Al ‘Asyr (puasa 10 hari Dzulhijjah), puasa tiga hari tiap bulan, dan dua rakaat sebelum subuh. (HR. An Nasa’i, dalam As Sunan Al Kubra No. 2724, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 7048, Ahmad No. 26456)
Hanya saja para ulama mendhaifkan hadits
ini. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini dhaif, kecuali
sabdanya: “dua rakaat sebelum subuh,” yang ini shahih. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 26456)
Didhaifkan pula oleh Syaikh Al Albani. (Irwa’ul Ghalil, No. 954)
3. Shaum ‘Arafah (Pada 9 Dzulhijjah)
Dari Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Nabi ditanya tentang puasa hari ‘Arafah,
beliau menjawab: “Menghapuskan dosa tahun lalu dan tahun
kemudian.” (HR. Muslim No. 1162, At Tirmidzi No. 749, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2805, Ath Thabari dalam Tahdzibul Atsar No. 763, Ahmad No. 22535, 22650. Ibnu Khuzaimah No. 2117, dan ini adalah lafaz Imam Muslim)
Hadits ini menunjukkan sunahnya puasa ‘Arafah.
Apakah Yang Sedang Wuquf Dilarang Berpuasa ‘Arafah?
Imam At Tirmidzi Rahimahullah mengatakan:
وقد استحب أهل العلم صيام يوم عرفة إلا بعرفة
Para ulama telah menganjurkan berpuasa pada hari ‘Arafah, kecuali bagi yang sedang di ‘Arafah. (Sunan At Tirmidzi, komentar hadits No. 749)
Apa dasarnya bagi yang sedang wuquf di ‘Arafah dilarang berpuasa?
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang
berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang di ‘Arafah. (HR. Abu Daud
No. 2440, Ibnu Majah No. 1732, Ahmad No. 8031, An Nasa’i No. 2830, juga
dalam As Sunan Al Kubra No. 2731, Ibnu Khuzaimah No. 2101, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1587)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al
Hakim, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim tapi keduanya
tidak meriwayatkannya.” (Al Mustadrak No. 1587) Imam Adz Dzahabi menyepakati penshahihannya.
Dishahihkan pula oleh Imam Ibnu Khuzaimah, ketika beliau memasukkannya dalam kitab Shahihnya. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
قُلْت قَدْ صَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَ وَثَّقَ مَهْدِيًّا الْمَذْكُورَ: ابْنُ حِبَّانَ
Aku berkata: Ibnu khuzaimah telah menshahihkannya, dan Mahdi telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban. (At Talkhish, 2/461-462)
Namun ulama lain menyatakan bahwa hadits ini dhaif.[5]
Mereka menyanggah tashhih (penshahihan) tersebut, karena perawi hadits ini yakni Syahr bin Hausyab dan Mahdi Al Muharibi bukan perawi Bukhari dan Muslim sebagaimana yang diklaim Imam Al Hakim.
Imam Al Munawi mengatakan:
قال الحاكم : على شرط البخاري وردوه بأنه وهم إذ مهدي ليس من رجاله بل قال ابن معين : مجهول ، وقال العقيلي : لا يتابع عليه لضعفه
Berkata Al Hakim: “Sesuai syarat Bukhari,” mereka (para ulama) telah menyanggahnya karena terjadi ketidakjelasan pada Mahdi, dia bukan termasuk perawinya Bukhari, bahkan Ibnu Ma’in mengatakan: majhul. Al ‘Uqaili mengatakan: “Dia tidak bisa diikuti karena kelemahannya.” (Faidhul Qadir, 6/431)
Lalu, Mahdi Al Muharibi – dia adalah Ibnu Harb Al Hijri, dinyatakan majhul (tidak diketahui) keadaannya oleh para muhadditsin.
Syaikh Al Albani berkata:
قلت : وإسناده ضعيف ومداره عند الجميع على مهدي الهجري وهو مجهول
Aku berkata: isnadnya dhaif, semua sanadnya berputar pada Mahdi Al Hijri, dan dia majhul. (Tamamul Minnah Hal. 410)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata:
إسناده ضعيف، لجهالة مهدي المحاربي -وهو ابن حرب الهجري-، وذكره ابن حبان في “الثقات”، وهو تساهل منه.
Isnadnya dhaif, karena ke-majhul-an Mahdi Al Muharibi, dia adalah Ibnu Harbi Al Hijri, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab Ats Tsiqaat (orang-orang terpercaya), dia (Ibnu Hibban) memang yang menggampangkannya (untuk ditsiqahkan, pen). (Ta’liq Musnad Ahmad No. 8041)
Telah masyhur bagi para ulama hadits, bahwa Imam Ibnu Hibban adalah imam hadits yang dinilai terlalu mudah men-tsiqah-kan perawi yang majhul.
Majhulnya Mahdi Al Muharibi juga di sebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. (At Talkhish Al Habir, 2/461), Imam Al ‘Uqaili mengatakan dalam Adh Dhuafa: “Dia tidak bisa diikuti.” (Ibid)
Imam Yahya bin Ma’in dan Imam Abu Hatim mengatakan: Laa A’rifuhu – saya tidak mengenalnya. (Imam Ibnu Mulqin, Al Badrul Munir, 5/749)
Imam Ibnul Qayyim mengatakan:
وفي إسناده نظر، فإن مهدي بن حرب العبدي ليس بمعروف
Dalam isnadnya ada yang perlu dipertimbangkan, karena Mahdi bin Harb Al ‘Abdi bukan orang yang dikenal. (Zaadul Ma’ad, 1/61), begitu pula dikatakan majhul oleh Imam Asy Syaukani. (Nailul Authar, 4/239)
Maka, pandangan yang lebih kuat adalah
tidak ada yang shahih larangan berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang
sedang di ‘Arafah. Oleh karenanya Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan:
لم يثبت أن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قد نهى عن صيام هذا اليوم
Tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang berpuasa pada hari ini ( 9 Dzhulhijjah). (Ta’liq Musnad Ahmad, No. 8031)
Tetapi, di sisi lain juga tidak ada yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berpuasa ketika wuquf di ‘Arafah.
Diriwayatkan secara shahih:
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ أَنَّهُمْ
شَكُّوا فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ
عَرَفَةَ فَبَعَثَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ فَشَرِبَهُ
Dari Ummu Al Fadhl, bahwa mereka ragu tentang berpuasanya Nabi Shalllallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari ‘Arafah, lalu dikirimkan kepadanya segelas susu, lalu dia meminumnya. (HR. Bukhari No. 5636)
Oleh karenanya Imam Al ‘Uqaili mengatakan:
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَسَانِيدَ جِيَادٍ
أَنَّهُ لَمْ يَصُمْ يَوْمَ عَرَفَةَ بِهَا وَلَا يَصِحُّ عَنْهُ النَّهْيُ
عَنْ صِيَامِهِ
Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan
sanad-sanad yang baik, bahwa Beliau belum pernah berpuasa pada hari
‘Arafah ketika berada di sana, dan tidak ada yang shahih darinya tentang
larangan berpuasa pada hari itu. (Adh Dhuafa, No. 372)
Para sahabat yang utama pun juga tidak pernah berpuasa ketika mereka di ‘Arafah.
Disebutkan oleh Nafi’ –pelayan Ibnu Umar, sebagai berikut:
عن نافع قال سئل بن عمر عن صوم يوم عرفة بعرفة قال لم يصمه رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا أبو بكر ولا عمر ولا عثمان
Dari Nafi’, dia berkata: Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa hari ‘Arafah ketika di ‘Arafah, dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa, begitu pula Abu Bakar, Umar, dan Utsman.” (HR. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra No. 2825)
Maka, larangan berpuasa pada hari
‘Arafah bagi yang di ‘Arafah tidaklah pasti, di sisi lain, Nabi pun
tidak pernah berpuasa ketika sedang di ‘Arafah, begitu pula para
sahabat setelahnya. Oleh karena itu, kemakruhan berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang sedang wuquf telah diperselisihkan para imam kaum muslimin. Sebagian memakruhkan dan pula ada yang membolehkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau
tidak pernah melakukannya, tetapi juga tidak melarang puasa ‘Arafah bagi
yang wuquf di ‘Arafah.
سئل بن عمر عن صوم يوم عرفة
فقال حججت مع النبي صلى الله عليه و سلم فلم يصمه وحججت مع أبي بكر فلم
يصمه وحججت مع عمر فلم يصمه وحججت مع عثمان فلم يصمه وأنا لا أصومه ولا أمر
به ولا أنهى عنه
Ibnu Umar ditanya tentang berpuasa pada hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Saya haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
Beliau tidak berpuasa, saya haji bersama Abu Bakar, juga tidak
berpuasa, saya haji bersama Umar, juga tidak berpuasa, saya haji bersama
‘Utsman dia juga tidak berpuasa, dan saya tidak berpuasa juga, saya
tidak memerintahkan dan tidak melarangnya.” (Sunan Ad Darimi No. 1765. Syaikh Husein Salim Asad berkata:isnaduhu shahih.)
Kalangan Hanafiyah mengatakan, boleh
saja berpuasa ‘Arafah bagi jamaah haji yang sedang wuquf jika itu tidak
membuatnya lemah. (Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/25)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan
bahwa tidak dianjurkan mereka berpuasa, walaupun kuat fisiknya,
tujuannya agar mereka kuat berdoa:
أما الحاج فلا يسن له صوم يوم عرفة، بل يسن له فطره وإن كان قوياً، ليقوى على الدعاء، واتباعاً للسنة
Ada pun para haji, tidaklah disunahkan
berpuasa pada hari ‘Arafah, tetapi disunahkan untuk berbuka walau pun
dia orang yang kuat, agar dia kuat untuk banyak berdoa, dan untuk
mengikuti sunah.(Ibid, 3/24) Jadi, menurutnya “tidak disunahkan”, dan tidak disunahkan bukan bermakna tidak boleh.
Namun mayoritas madzhab memakruhkannya, berikut ini rinciannya:
- Hanafiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah jika membuat lemah, begitu juga puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah).
- Malikiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa ‘Arafah, begitu pula puasa tarwiyah.
- Syafi’iyah: jika jamaah haji mukim di Mekkah, lalu pergi ke ‘Arafah siang hari maka puasanya itu menyelisihi hal yang lebih utama, jika pergi ke ‘Arafah malam hari maka boleh berpuasa. Jika jamaah haji adalah musafir, maka secara mutlak disunahkan untuk berbuka.
- Hanabilah: Disunahkan bagi para jamaah haji berpuasa pada hari ‘Arafah jika wuqufnya malam, bukan wuquf pada siang hari, jika wuqufnya siang maka makruh berpuasa. (Lihat rinciannya dalam Al Fiqhu ‘Alal Madzahib Al Arba’ah, 1/887, karya Syaikh Abdurrahman Al Jazairi)
4. Shalat Idul Adha dan Menyembelih Hewan Qurban
Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman;
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)
Shalat Idul Adha (juga Idhul Fitri) adalah sunah muakadah. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
شرعت صلاة العيدين في السنة
الاولى من الهجرة، وهي سنة مؤكدة واظب النبي صلى الله عليه وسلم عليها وأمر
الرجال والنساء أن يخرجوا لها.
Disyariatkannya shalat ‘Idain (dua hari raya) pada tahun pertama dari hijrah, dia adalah sunah muakadah yang selalu dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau memerintahkan kaum laki-laki dan wanita untuk keluar meramaikannya. (Fiqhus Sunnah, 1/317)
Ada pun kalangan Hanafiyah berpendapat
wajib, tetapi wajib dalam pengertian madzhab Hanafi adalah kedudukan di
antara sunah dan fardhu.
Disebutkan dalam Al Mausu’ah:
صَلاَةُ الْعِيدَيْنِ وَاجِبَةٌ
عَلَى الْقَوْل الصَّحِيحِ الْمُفْتَى بِهِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ –
وَالْمُرَادُ مِنَ الْوَاجِبِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ : أَنَّهُ مَنْزِلَةٌ
بَيْنَ الْفَرْضِ وَالسُّنَّةِ – وَدَلِيل ذَلِكَ : مُوَاظَبَةُ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهَا مِنْ دُونِ تَرْكِهَا وَلَوْ
مَرَّةً
Shalat ‘Idain adalah wajib
menurut pendapat yang shahih yang difatwakan oleh kalangan Hanafiyah
–maksud wajib menurut madzhab Hanafi adalah kedudukan yang setara antara
fardhu dan sunah. Dalilnya adalah begitu bersemangatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya, Beliau tidak pernah meninggalkannya sekali pun. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/240)
Sedangkan Syafi’iyah dan Malikiyah menyatakan sebagai sunah muakadah, dalilnya adalah karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh orang Arab Badui tentang shalat fardhu, Nabi menyebutkan shalat yang lima. Lalu Arab Badui itu bertanya:
هَل عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَال لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Apakah ada yang selain itu? Nabi menjawab: “Tidak ada, kecuali yang sunah.” (HR. Bukhari No. 46)
Bukti lain bahwa shalat ‘Idain itu
sunah adalah shalat tersebut tidak menggunakan adzan dan iqamah
sebagaimana shalat wajib lainnya. Shalat tersebut sama halnya dengan
shalat sunah lainnya tanpa adzan dan iqamah, seperti dhuha, tahajud, dan
lainnya. Ini menunjukkan bahwa shalat ‘Idain adalah sunah.
Sedangkan Hanabilah mengatakan fardhu kifayah, alasannya adalah karena firman Allah Ta’ala menyebutkan shalat tersebut dengan kalimat perintah: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2). Juga karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu merutinkannya. (Ibid, 27/240)
Insya Allah, secara khusus pada kesempatan lain akan kami bahas pula adab-adab pada hari raya.
Selanjutnya berqurban, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Para ulama berbeda pendapat tentang
hukumnya, ada yang mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan
rezeki, ada pula yang mengatakan sunah mu’akadah, dan inilah pendapat mayoritas sahabat, tabi’in, dan para ulama.
Ulama yang mewajibkan berdalil dengan hadits berikut, dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan
(rezeki) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat shalat
kami.” (HR. Ibnu Majah No. 3123, Al Hakim No. 7565, Ahmad No. 8273, Ad
Daruquthni No. 53, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 7334)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadraknya No. 7565, katanya:“Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya.” Imam Adz Dzahabi menyepakati hal ini.
Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 6490, namun hanya menghasankan dalam kitab lainnya seperti At Ta’liq Ar Raghib, 2/103, dan Takhrij Musykilat Al Faqr,No. 102.
Sementara Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mendhaifkan hadits ini, dan beliau mengkritik Imam Al Hakim dan Imam Adz
Dzahabi dengan sebutan: “wa huwa wahm minhuma – ini adalah
wahm (samar/tidak jelas/ragu) dari keduanya.” Beliau juga menyebut
penghasanan yang dilakukan Syaikh Al Albani dengan sebutan: “fa akhtha’a – keliru/salah.” (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 8273)
Mengomentari hadits ini, berkata Imam Amir Ash Shan’ani Rahimahullah:
وَقَدْ اسْتَدَلَّ بِهِ عَلَى
وُجُوبِ التَّضْحِيَةِ عَلَى مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ لِأَنَّهُ لَمَّا
نَهَى عَنْ قُرْبَانِ الْمُصَلَّى دَلَّ عَلَى أَنَّهُ تَرَكَ وَاجِبًا
كَأَنَّهُ يَقُولُ لَا فَائِدَةَ فِي الصَّلَاةِ مَعَ تَرْكِ هَذَا
الْوَاجِبِ وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى { فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ }
وَلِحَدِيثِ مِخْنَفِ بْنِ سُلَيْمٍ مَرْفُوعًا { عَلَى أَهْلِ كُلِّ
بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ } دَلَّ لَفْظُهُ عَلَى الْوُجُوبِ ،
وَالْوُجُوبُ قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ
“Hadits ini dijadikan dalil wajibnya
berkurban bagi yang memiliki kelapangan rezeki, hal ini jelas ketika
Rasulullah melarang mendekati tempat shalat, larangan itu menunjukkan
bahwa hal itu merupakan meninggalkan kewajiban, seakan Beliau
mengatakan shalatnya tidak bermanfaat jika meninggalkan kewajiban ini.
Juga karena firmanNya: “maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” Dalam hadits Mikhnaf bin Sulaim secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah) berbunyi: “ (wajib) atas penduduk setiap rumah pada tiap tahunnya untuk berkurban.” Lafaz hadits ini menunjukkan wajibnya. Pendapat yang menyatakan wajib adalah dari Imam Abu Hanifah.[6]
Sementara yang tidak mewajibkan, menyatakan bahwa dua hadits di atas tidak bisa dijadikan hujjah (dalil), sebab yang pertama mauquf (hanya sampai sahabat nabi, bukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), hadits kedua dha’if. Sedangkan ayat Fashalli li Rabbika wanhar, tidak bermakna wajib kurban melainkan menunjukkan urutan aktifitas, yakni menyembelih kurban dilakukan setelah shalat Id.
Berikut keterangan dari Imam Ash Shan’ani:
وَقِيلَ لَا تَجِبُ
وَالْحَدِيثُ الْأَوَّلُ مَوْقُوفٌ فَلَا حُجَّةَ فِيهِ وَالثَّانِي ضَعْفٌ
بِأَبِي رَمْلَةَ قَالَ الْخَطَّابِيُّ : إنَّهُ مَجْهُولٌ وَالْآيَةُ
مُحْتَمِلَةٌ فَقَدْ فُسِّرَ قَوْلُهُ ( { وَانْحَرْ } ) بِوَضْعِ الْكَفِّ
عَلَى النَّحْرِ فِي الصَّلَاةِ أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَابْنُ
شَاهِينَ فِي سُنَنِهِ وَابْنُ مَرْدُوَيْهِ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ وَفِيهِ رِوَايَاتٌ عَنْ الصَّحَابَةِ مِثْلُ ذَلِكَ وَلَوْ
سُلِّمَ فَهِيَ دَالَّةٌ عَلَى أَنَّ النَّحْرَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ
تَعْيِينٌ لِوَقْتِهِ لَا لِوُجُوبِهِ كَأَنَّهُ يَقُولُ إذَا نَحَرْت
فَبَعْدَ صَلَاةِ الْعِيدِ فَإِنَّهُ قَدْ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ عَنْ
أَنَسٍ { كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْحَرُ
قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَأُمِرَ أَنْ يُصَلِّيَ ثُمَّ يَنْحَرُ }
وَلِضَعْفِ أَدِلَّةِ الْوُجُوبِ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ مِنْ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِينَ وَالْفُقَهَاءِ إلَى أَنَّهَا سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ بَلْ
قَالَ ابْنُ حَزْمٍ لَا يَصِحُّ عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهَا
وَاجِبَةٌ .
“Dikatakan: Tidak wajib, karena hadits pertama adalah mauquf dan tidak bisa dijadikan hujjah (dalil). Hadits kedua (dari Mikhnaf bin Sulaim) dhaif karena dalam sanadnya ada Abu Ramlah. Berkata Imam Al Khathabi: “Dia itu majhul (tidak dikenal).” Sedangkan firmanNya: “…berkurbanlah.”adalah tentang penentuan waktu penyembelihan setelah shalat. Telah diriwayatkan oleh Abu Hatim, Ibnu Syahin di dalam sunan-nya,
Ibnu Mardawaih, dan Al Baihaqi dari Ibnu Abbas dan didalamnya terdapat
beberapa riwayat dari sahabat yang seperti ini, yang menunjukkan bahwa
menyembelih kurban itu dilakukan setelah shalat (‘Ied). Maka ayat itu
secara khusus menjelaskan tentang waktu penyembelihnnya, bukan
menunjukkan kewajibannya. Seolah berfirman: Jika engkau menyembelih
maka (lakukan) setelah shalat ‘Ied. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari
Anas: “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah
menyembelih sebelum shalat Id, lalu Beliau diperintahkan untuk shalat
dulu baru kemudian menyembelih.” Maka nyatalah kelemahan alasan mereka yang mewajibkannya. Sedangkan, madzhab jumhur (mayoritas) dari sahabat, tabi’in, dan ahli fiqih, bahwa menyembelih qurban adalah sunah mu’akkadah, bahkan Imam Ibnu Hazm mengatakan tidak ada yang shahih satu pun dari kalangan sahabat yang menunjukkan kewajibannya.”[7]
Seandainya hadits-hadits di atas shahih, itu pun tidak menunjukkan kewajibannya. Sebab dalam riwayat lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Jika kalian memasuki tanggal 10 (Dzulhijjah) dan hendak berkurban maka janganlah dia menyentuh sedikit pun dari rambutnya dan kulitnya.” (HR. Muslim No. 1977)[8]
Hadits tersebut dengan jelas menyebutkan
bahwa berkurban itu terkait dengan kehendak, manusianya oleh karena itu
Imam Asy Syafi’i menjadikan hadits ini sebagai dalil tidak wajibnya
berkurban alias sunah.
Berikut ini keterangannya:
قال الشافعي إن قوله فأراد أحدكم يدل على عدم الوجوب
Berkata Asy Syafi’i: “Sesungguhnya sabdanya “lalu kalian berkehendak”menunjukkan ketidak wajibannya.[9]
Insya Allah tentang Fiqih Qurban akan kami bahas pada hari-hari yang akan datang.
5. Tidak Berpuasa pada Hari Raya (10 Dzulhijah) dan hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah)
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Hari ‘Arafah, hari penyembelihan qurban,
hari-hari tasyriq, adalah hari raya kita para pemeluk islam, itu adalah
hari-hari makan dan minum. (HR. At Tirmidzi No. 773, katanya:hasan shahih, Ad Darimi No. 1764)[10]
Dari Nubaisyah Al Hudzalli, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum.” (HR. Muslim No. 1141)
Inilah di antara dalil agar kita tidak
berpuasa pada hari raya dan hari-hari tasyriq, karena itu adalah hari
untuk makan dan minum. Sedangkan untuk puasa pada hari ‘Arafah sudah
dibahas pada bagian sebelumnya.
Imam At Tirmidzi berkata:
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ
أَهْلِ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ الصِّيَامَ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ إِلَّا
أَنَّ قَوْمًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ رَخَّصُوا لِلْمُتَمَتِّعِ إِذَا لَمْ يَجِدْ
هَدْيًا وَلَمْ يَصُمْ فِي الْعَشْرِ أَنْ يَصُومَ أَيَّامَ التَّشْرِيقِ
وَبِهِ يَقُولُ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ
Para ulama mengamalkan hadits ini, bahwa
mereka memakruhkan berpuasa pada hari-hari tasyriq, kecuali sekelompok
kaum dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdan selain mereka, yang memberikan keringanan untuk berpuasa pada hari-hari tasyriq bagi orang yang berhaji tamattu’ jika belum mendapatkan hewan untuk berqurban dan dia belum berpuasa pada hari yang sepuluh (pada bulan Dzulhijjah, pen). Inilah pendapat Malik bin Anas, Asy Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. (Sunan At Tirmidzi, lihat komentar hadits No. 773)
Pada saat itu dibolehkan mengadakan acara (haflah) makan dan minum, karena memang kaum muslimin sedang berbahagia. Hal itu sama sekali bukan perbuatan yang dibenci.
Al Hafizh Ibnu Hajar memberikan penjelasan terhadap hadits ini, katanya:
وأن الأكل والشرب في المحافل مباح ولا كراهة فيه
“Sesungguhnya makan dan minum pada berbagai acara adalah mubah dan tidak ada kemakruhan di dalamnya.”[11]
6. Berdzikir Kepada Allah Ta’ala pada hari-hari Tasyriq
Dalam riwayat Imam Muslim, dari Nubaisyah Al Hudzalli, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (HR. Muslim No. 1141), dan dalam riwayat Abu Al Malih ada tambahan: “dan hari berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim No. 1141)
Pada hari-hari tasyriq kita dianjurkan
banyak berdzikir, karena Nabi juga mengatakan hari tasyriq adalah hari
berdzikir kepada Allah Ta’ala. Agar kebahagian dan pesta kaum muslimin
tetap dalam bingkai kebaikan, dan tidak berlebihan.
Imam Ibnu Habib menjelaskan tentang berdzikir pada hari-hari tasyriq:
يَنْبَغِي لِأَهْلِ مِنًى
وَغَيْرِهِمْ أَنْ يُكَبِّرُوا أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ إِذَا اِرْتَفَعَ
ثُمَّ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ بِالْعَشِيِّ وَكَذَلِكَ فَعَلَ
وَأَمَّا أَهْلُ الْآفَاقِ وَغَيْرُهُمْ فَفِي خُرُوجِهِمْ إِلَى
الْمُصَلَّى وَفِي دُبُرِ الصَّلَوَاتِ وَيُكَبِّرُونَ فِي خِلَالِ ذَلِكَ
وَلَا يَجْهَرُونَ
Hendaknya bagi penduduk Mina dan selain mereka untuk bertakbir pada awal siang (maksudnya pagi, pen),
lalu ketika matahari meninggi, lalu ketika matahari tergelincir,
kemudian pada saat malam, demikian juga yang dilakukan. Ada pun penduduk
seluruh ufuk dan selain mereka, pada setiap keluarnya mereka ke tempat
shalat dan setelah shalat hendaknya mereka bertakbir pada saat itu, dan
tidak dikeraskan.[12]
Maka, boleh saja bertakbir saat
hari-hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) sebagaimana yang kita lihat
pada sebagian masjid dan surau, yang mereka lakukan setelah shalat. Hal
ini berbeda dengan Idul Fithri yang bertakbirnya hanya sampai naiknya
khatib ke mimbar ketika shalat Idul Fithri, yaitu takbir dalam artian
‘takbiran’-nya hari raya. Ada pun sekedar mengucapkan takbir (Allahu Akbar) tentunya boleh kapan pun juga.
Demikian. Semoga bermanfaat …….
Wallahu A’lam
[1] Sebagian imam ahli tafsir menyebutkan bahwa, hukum berperang pada bulan-bulan haram adalah dibolehkan, sebab ayat ini telah mansukh (direvisi) secara hukum oleh ayat: “Perangilah orang-orang musyrik di mana saja kalian menjumpainya ….”. Sementara, ahli tafsir lainnya mengatakan, bahwa ayat ini tidak mansukh, sehingga
larangan berperang pada bulan itu tetap berlaku kecuali darurat. Dan,
Imam Ibnu Jarir lebih menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa ayat
ini mansukh (direvisi) hukumnya. (Jami’ Al Bayan,
9/478-479. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) Imam Ibnu Rajab mengatakan
kebolehan berperang pada bulan-bulan haram adalah pendapat jumhur
(mayoritas ulama), pelarangan hanya terjadi pada awal-awal Islam. (Lathaif Al Ma’arif Hal. 116. Mawqi’ Ruh Al Islam)
[2] Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah
[3] Ibid
[4] Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir
[5] Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Ta’liq Musnad Ahmad No. 8031, Syaikh Al Albani dalam berbagai kitabnya seperti Tamamul Minnah Hal. 410, At Ta’liq Ar Raghib, 2/77, Dhaif Abi Daud No. 461, dan lainnya
[6] Subulus Salam, 4/91
[7] Ibid
[8] Berkata Imam An Nawawi tentang maksud hadits ini:
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِيمَنْ دَخَلَتْ عَلَيْهِ عَشْر ذِي
الْحِجَّة وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَقَالَ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب
وَرَبِيعَة وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَدَاوُد وَبَعْض أَصْحَاب الشَّافِعِيّ :
إِنَّهُ يَحْرُم عَلَيْهِ أَخْذ شَيْء مِنْ شَعْره وَأَظْفَاره حَتَّى
يُضَحِّي فِي وَقْت الْأُضْحِيَّة ، وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه :
هُوَ مَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه وَلَيْسَ بِحَرَامٍ ، وَقَالَ أَبُو
حَنِيفَة : لَا يُكْرَه ، وَقَالَ مَالِك فِي رِوَايَة : لَا يُكْرَه ،
وَفِي رِوَايَة : يُكْرَه ، وَفِي رِوَايَة : يَحْرُم فِي التَّطَوُّع دُون
الْوَاجِب .
Ulama berbeda pendapat tentang orang yang memasuki 10 hari bulan
Zulhijjah dan orang yang hendak berquban. Sa’id bin Al Musayyib,
Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud, dan sebagian pengikut Asy Syafi’I
mengatakan: sesungguhnya haram baginya memotong rambut dan kukunya
sampai dia berqurban pada waktu berqurban. Asy Syafi’i dan pengikutnya
mengatakan: hal itu makruh, yakni makruh tanzih (makruh mendekati
boleh), tidak haram. Abu Hanifah mengatakan: tidak makruh. Malik
mengatakan: tidak makruh. Pada riwayat lain dari Malik; makruh. Pada
riwayat lain: diharamkan pada haji yang sunah, bukan yang wajib. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/472)
[9] Subulus Salam, 4/91
[10] Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: isnaduhu shahih. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1586, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tetapi mereka tidak meriwayatkannya.”
[11] Fathul Bari, 4/238
[12] Imam Abul Walid Al Baji, Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, 2/463
Sumber :http://www.hasanalbanna.com/keutamaan-bulan-dzulhijjah-dan-amalan-amalan-utamanya/?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+hasanalbanna+%28hasanalbanna.com%29
PKS Jadikan Hasil Survei Sebagai Bahan Koreksi
Posted in
Berita
|
|
Admin
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Aboebakar
Alhabsy, menilai hasil survei Lingkaran Survei Indonesia bertajuk "Makin
Suramnya Partai dan Capres Islam di Pemilu 2014" menjadi koreksi bagi
partai-partai berhaluan Islam. Namun ia yakin bahwa penurunan suara tak
hanya terjadi pada partai berhaluan Islam.
"Namun oleh semua partai. Jadi ini adalah fenomena nasional yang melanda partai di Indonesia," kata Aboebakar di Jakarta, Minggu (14/10).
Anggota Komisi III DPR itu menambahkan, ada dua kemungkinan yang terjadi terkait penurunan suara itu. Pertama, bisa saja masyarakat sudah apatis dengan politik seiring banyaknya kasus korupsi yang ternyata dilakukan oleh para politisi.
Kedua, saat ini memang belum masa kampanye sehingga banyak partai yang belum menggerakkan mesin partainya secara maksimal. "Sehingga sangat wajar bila orientasi publik belum memikirkan soal pilihan politik pada pemilu mendatang," ungkap Aboebakar.
Politisi yang karib disapa dengan nama Abu itu menambahkan, hal yang jarang diungkap adalah jumlah responden yang belum menentukan pilihan. Alasannya, hal itu justru menunjukkan partisipasi publik dalam pemilu. "Saya yakin jumlah yang belum memberikan suara masih banyak, karena pada saat ini belum terasa suasana pemilu," ungkapnya.
Karenanya sangat wajar bila hasil survei LSI itu belum bisa mencerminkan hasil Pemilu 2014. "Namun sudah sewajarnya hal ini menjadi catatatan penting buat partai Islam, agar melakukan evaluasi dan memperbaiki kinerja. Sehingga daya saingnya akan tetap tinggi hingga nanti menjelang pemilu 2014," pungkasnya.
Seperti diketahui, LSI menyatakan, popularitas semua partai Islam seperti PKS, PPP, PAN dan PKB ada di bawah angka lima persen.
"Namun oleh semua partai. Jadi ini adalah fenomena nasional yang melanda partai di Indonesia," kata Aboebakar di Jakarta, Minggu (14/10).
Anggota Komisi III DPR itu menambahkan, ada dua kemungkinan yang terjadi terkait penurunan suara itu. Pertama, bisa saja masyarakat sudah apatis dengan politik seiring banyaknya kasus korupsi yang ternyata dilakukan oleh para politisi.
Kedua, saat ini memang belum masa kampanye sehingga banyak partai yang belum menggerakkan mesin partainya secara maksimal. "Sehingga sangat wajar bila orientasi publik belum memikirkan soal pilihan politik pada pemilu mendatang," ungkap Aboebakar.
Politisi yang karib disapa dengan nama Abu itu menambahkan, hal yang jarang diungkap adalah jumlah responden yang belum menentukan pilihan. Alasannya, hal itu justru menunjukkan partisipasi publik dalam pemilu. "Saya yakin jumlah yang belum memberikan suara masih banyak, karena pada saat ini belum terasa suasana pemilu," ungkapnya.
Karenanya sangat wajar bila hasil survei LSI itu belum bisa mencerminkan hasil Pemilu 2014. "Namun sudah sewajarnya hal ini menjadi catatatan penting buat partai Islam, agar melakukan evaluasi dan memperbaiki kinerja. Sehingga daya saingnya akan tetap tinggi hingga nanti menjelang pemilu 2014," pungkasnya.
Seperti diketahui, LSI menyatakan, popularitas semua partai Islam seperti PKS, PPP, PAN dan PKB ada di bawah angka lima persen.
Sumber : http://www.jpnn.com/read/2012/10/14/143301/PKS-Jadikan-Hasil-Survei-Sebagai-Bahan-Koreksi-
Terinspirasi Jokowi, PKS Coba Kuasai Dunia Maya Demi 2014
Posted in
Berita
|
10/14/2012|
Admin
Reputasi yang bagus jika dikemas dengan strategi pencitraan yang tepat akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap seseorang atau kelompok. Joko Widodo telah berhasil menggunakan penggabungan reputasi dan pencitraan itu untuk memenangkan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta.
Terinspirasi kemenangan Jokowi yang fenomenal itu, Partai Keadilan Sejahtera mencoba mengubah paradigma demi memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Ketua Bidang Humas DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, partainya selama ini mengedepankan kerja keras tetapi tidak suka ekspose di media.
"Paradigma ini coba kita ubah, bekerja tetap ikhlas tetapi juga boleh diketahui masyarakat, asal tidak semata-mata untuk pencitraan," katanya, usai peluncuran Gerakan "Kabeh Dadi Humas" DPW PKS Jateng di Gedung LPMP Srondol, Sabtu (13/10).
Karena itu gerakan "Kabeh Dadi Humas" menurut Mardani adalah terobosan jitu. Dengan memanfaatkan dunia maya, segala kegiatan PKS akan terkomunikasikan kepada masyarakat luas. Terutama kaum perkotaan yang melek internet, intelektual dan para remaja yang merupakan pemilih pemula.
Pemilih pemula ini mendapat perhatian besar karena jumlahnya sekitar 30 juta pada Pilpres 2014. Seluruhnya adalah massa mengambang yang belum menentukan pilihan dengan karakter independen, tidak mudah terpengerahuh dan cerdas. "Sedangkan pengguna internet di Indonesia saat ini 60 juta jiwa dan tahun 2014 akan mencapai 100 juta. Ini pasar yang besar," kata Mardani.
Untuk memastikan kadernya mampu merebut pasar itu, PKS pun menggenjot pelatihan internet dan komunikasi visual. Sebanyak 1200 kader utama di 26 provinsi telah mendapatkan pelatihan media internet termasuk fotografi dan videografi. "Dilanjutkan pelatihan tahap dua tentang pemanfaatan social media seperti Twitter dan Facebook," kata Anggota Fraksi PKS DPR RI Komisi VII itu.
Pencanangan gerakan ini ditandai dengan penyematan pin oleh Mardani kepada beberapa kader. Dilanjutkan pemutaran lagu dan video klip Kabeh Dadi Humas yang diproduksi DPW PKS Jateng. Usai pencanangan, dilanjutkan dengan pelatihan optimalisasi web dan media sosial yang diikuti 81 kader PKS se-Jateng.
Ketua Bidang Humas DPW PKS Jateng Agung Setia Bakti melanjutkan, "Kabeh Dadi Humas" merupakan gerakan kultura untuk menjadikan semua kader dan simpatisan PKS sebagai ujung tombok promosi partai. Dengan 50 ribu lebih kader militan, PKS Jateng optimis akan meraup 1.814.880 suara pada Pileg Pilpres 2014. Angka itu naik hampir dua kali lipat dari 2009 yang sebesar 1.076.033.
Selain dituntut berperilaku baik di masyarakat, para kader juga harus aktif di berbagai situs jejaring sosial. Pilgub Jateng 2013 merupakan tes perdana keberhasilan program ini dalam meraih dukungan masyarakat. "Pilgub adalah tes case, melalui keaktifan di Twitter dan Facebook, kami berharap mendapat masukan tentang segala persoalan Jawa Tengah," katanya.
Popular Posts
-
UNDANGAN, Ikhwah fillah... Mari eratkan ukhuwah, raih keberkahan silaturrahim dan majelis ilmu, HADIRI Forum Pengajian Keluarga Sejahter...
-
MEMANG tidak sederhana menjadi seorang pemimpin yang legal secara formal dan legitimed (dicintai bawahannya). Sebelum seseorang diakui...
-
DCS DPRD II PKS Dapil IV (Banyudono,Ngemplak, Sawit,Sambi) Boyolali Daerah Pemilihan IV Banyudono, Ngemplak, Sawit, Sambi. 1. Nur Achmad...
-
Presiden Mesir, Dr Muhammad Mursi menempati urutan ke-4 orang yang paling berpengaruh di dunia versi Majalah Time. Majalah Time mengung...
-
Ikhwati wa akhwati fillah... Melihat berita ttg LHI terkait sapi impor , maka ana sebagai salah satu kader PKS yg mengenal LHI, sangat b...
-
Pada tahun kesepuluh kenabian, istri Nasbi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Khadijah binti Khuwailid, dan pamannya, Abu Thlaib, wafat. Ber...
-
TEMPO.CO , Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera melarang semua anggotanya yang duduk di Badan Anggaran untuk memakai ruangan yang ba...
-
Menteri Sosial Salim Segaf al Jufri sangat menikmati naik ojek dari pos pemantauan perbatasan desa Temajuk menuju dusun Camar Bulan. “Kalau...
Recent Stories
Connect with Facebook
Sponsors
Search
Archives
-
▼
2012
(104)
-
▼
Oktober
(16)
- Halal Haram Subjek Gambar
- PKS : Pemilu Murah Jika TVRI dan RRI Direvitalisasi
- PKS Yakin Parpol Islam Tidak Redup di 2014
- 16 Partai Politik Lolos Verifikasi Administrasi
- Politik Pengorbanan
- Salafi Mesir Kembali Dirikan Partai Baru
- Tujuh Poin Sikap MUI Terkait Putusan MA Mengenai H...
- Internet Sehat, Dakwah Dahsyat
- Keutamaan Bulan Dzulhijjah
- PKS Jadikan Hasil Survei Sebagai Bahan Koreksi
- Terinspirasi Jokowi, PKS Coba Kuasai Dunia Maya De...
- Bai’at dan Kedudukannya dalam Islam
- PKS: Gedung Baru KPK Doping Tuntaskan Kasus Century
- Aleg PKS Kecam Pembatalan Hukuman Mati Gembong Nar...
- Seluruh Anggota Fraksi PKS Siap Berbatik Ria Hari Ini
- Hari Ini 100 Ribu Kader PKS Datangi Dubes AS
-
▼
Oktober
(16)
Categories
Blog Archives
-
▼
2012
(104)
-
▼
Oktober
(16)
- Halal Haram Subjek Gambar
- PKS : Pemilu Murah Jika TVRI dan RRI Direvitalisasi
- PKS Yakin Parpol Islam Tidak Redup di 2014
- 16 Partai Politik Lolos Verifikasi Administrasi
- Politik Pengorbanan
- Salafi Mesir Kembali Dirikan Partai Baru
- Tujuh Poin Sikap MUI Terkait Putusan MA Mengenai H...
- Internet Sehat, Dakwah Dahsyat
- Keutamaan Bulan Dzulhijjah
- PKS Jadikan Hasil Survei Sebagai Bahan Koreksi
- Terinspirasi Jokowi, PKS Coba Kuasai Dunia Maya De...
- Bai’at dan Kedudukannya dalam Islam
- PKS: Gedung Baru KPK Doping Tuntaskan Kasus Century
- Aleg PKS Kecam Pembatalan Hukuman Mati Gembong Nar...
- Seluruh Anggota Fraksi PKS Siap Berbatik Ria Hari Ini
- Hari Ini 100 Ribu Kader PKS Datangi Dubes AS
-
▼
Oktober
(16)
Recent Comments